JIKA AKU MENJADI PENDESAIN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Saat ini, dunia terus mengalami perkembangan dengan pesat, termasuk dalam bidang teknologi dan informasi. Perkembangan ini ada yang berkesan positif dan tidak sedikit pula yang berkesan negatif. Bahkan jika kita amati yang terjadi pada lingkungan masyarakat kita sekarang, porsi dampak negatif lebih banyak dari pada dampak positifnya, sebagai contoh tawuran antarpelajar, minum minuman keras, penggunaan narkoba, hingga seks bebas. Situasi yang terjadi seperti itu, selain dari dampak bidang teknologi informasi dan komunikasi, juga tidak bisa dilepaskan dari peran proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi di sekolah saat ini belum optimal.

Untuk mengatasi kondisi seperti di atas, dalam proses pembelajaran perlu adanya perbaikan pembalajaran, proses pembelajaran perlu didesain agar peserta didik secara optimal mampu memecahkan masalah kehidupan dan bekerja secara kolaboratif di tengah-tengah masyarakat, bukan sekedar di sekolah saja. Menurut Pandangan Reigeluth dan Merrill (2003), perbaikan pembelajaran harus didasarkan pada pada teori pembelajaran. Dalam kancah teori pembelajaran, dikenal dengan berbagai paradigma pembelajaran, mulai dari behavioristik,  kognitivistik, hingga konstuktivistik.

Paradigma konstruktivistik menempatkan peserta didik (learner) sebagai pusat dan subyek belajar. Pandangan seperti ini mampu memberikan ruang kepada peserta didik agar mereka mampu mengolah informasi, memecahkan masalah, melakukan kolaborasi, dan mandiri. Dengan demikian, pandangan konstruktivistik memungkinkan mampu untuk melakukan perbaikan terhadap karakter masyarakat bangsa Indonesia dengan menyediakan suatu model pembelajaran berbasis konstruktivistik.

Kehadiran model desain pembelajaran konstruktivistik ini diyakini bisa membantu merekayasa proses pembelajaran yang mampu memperbaiki masyarakat bangsa ini lebih berkarakter. Dalam tulisan ini, akan diuraikan sebuah gagasan “jika aku menjadi pendesain pembelajaran konstruktivistik”, maka aku akan melakukan lima hal sebagai berikut:
1.    Pembelajaran berpusat pada siswa (student centered)
Pembelajaran berpusat pada siswa merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada kebutuhan, minat, bakat, dan kemampuan siswa, sehinga pembelajaran akan lebih bermakna. Karena apa?, setiap siswa merupakan suatu individu yang unik dan berbeda satu dengan yang lainnya, bukan hanya berbeda pada tingkat kecerdasaanya, namun juga berbeda jenisnya, sehingga setiap siswa mempunyai kemampuan dan daya tangkap yang berbeda.
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) diharapkan mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya, sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa adalah sebagai fasilitator, yang dalam hal ini guru memfasilitasi proses pembelajaran di kelas.
2.    Belajar dengan melakukan (learning by doing)
Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang harus selalu dicekoki dengan sejumlah informasi, siswa sudah punya pengalaman, dengan itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan, tantangan untuk menerapkan, mempraktikkan konsep atau teori yang sudah diperoleh. Sesuai dengan pendapat Confucius (Kong Hu Cu) bahwasanya “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya kerjakan, saja pahami”. Hal ini menunjukkan bahwa ketika siswa belajar dengan melakukan (learning by doing) siswa akan lebih paham dan pembelajaran lebih bermakna. Begitu pula dengan daya ingat (retensi) siswa, ketika hanya mendengarkan hanya 5% daya ingat yang dimiliki siswa, berbeda ketika dengan melakukan, daya ingat siswa sampai 75%.
3.    Pembelajaran kolaborasi (collaborative learning)
Pembelajaran kolaborasi merupakan strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerja sama dalam kelompok kecil ke arah satu tujuan. Artinya dalam pembelajaran kolaborasi memfokuskan bagaimana memaksimalkan partisipasi dan keaktifan dalam belajar, serta bagaimana siswa dapat mengkonstruk sendiri ilmu pengetahuan untuk menjadi miliknya. Dalam pembelajaran kolaborasi ini, peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan membimbing menemukan alternatif pemecahan bila terjadi siswa mengaami kesulitan belajar. Dengan demikian, ketika pembelajaran kolaborasi dilakukan, siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga pembelajaran pun lebih bermakna.
4.    Penilaian portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dari perjalanan satu ke perjalanan selanjutnya secara terus menerus dalam satu periode tertentu. Dengan demikian, ketika seorang guru melakukan penilaian portofolio, guru dapat memperoleh dokumentasi (rekam jejak) prestasi siswa secara akurat. Selain itu juga, penilaian portofolio juga bisa dijadikan informasi bagaimana cara siswa belajar, sehingga siswa dapat memperbaikinya.
5.    Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan konsep pembelajaran yang dimulai dengan pemecahan masalah oleh siswa dengan bekal pengetahuan yang sudah dimilikinya. Ketika siswa diberikan suatu masalah, otomatis siswa secara aktif dan mandiri akan menyelesaikannya, bahkan pembelajarann berbasis masalah bisa juga membuat siswa belajar secara kolaborasi dengan siswa yang lain. Dengan demikian, ketika siswa diajar dengan pembelajaran berbasisi masalah, pembelajaran akan berpusat kepada siswa, siswa akan mengkonstruk pengetahuan sendiri, sehingga pembelajaran pun akan lebih bermakna.

Berdasarkan lima desain pembelajaran konstruktivistik di atas, yang menempatkan siswa sebagai subyek belajar yang secara aktif belajar dengan melakukan langsung sesuai dengan ilmu pengetahuan itu ditemukan, belajar dengan cara berkolaborasi dengan siswa yang lainnya yang dimulai dengan pemecahan masalah, serta penilaiannya dengan menggunakan portofolio, pembelajaran yang dilakukan oleh siswa akan lebih bermakna dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan pun akan meningkat.

Penulis : Bakhrul Ulum ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel JIKA AKU MENJADI PENDESAIN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK ini dipublish oleh Bakhrul Ulum pada hari Thursday 14 April 2016. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan JIKA AKU MENJADI PENDESAIN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
 

0 comments:

Post a Comment