NASI KRAWU


Bagi seserorang yang cinta kuliner, tentunya tidak asing lagi apa itu nasi Krawu, makanan khas dari Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Tetapi, bagi aku sendiri, mengetahui nama nasi Krawu saja baru, ketika mengajar di kelas 4 pada semester 1 Tema 1 “Indahnya Kebersamaan”, Subtema 3 “Bersyukur Atas Keberagaman”, Pembelajaran 3. Pikiran aku pertama kali mendengar nama Krawu, langsung terbesit pada nasi urap-urap, nasi dengan berbagai macam sayuran yang diurap dengan parutan kelapa. Tetapi itu salah... Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa:
 
“Nasi Krawu merupakan makanan khas Kota Gresik yang terbuat dari campuran nasi dan daging sapi dengan kadar minya yang cukup tinggi, dan harganya Rp. 6.750,00”

 
 Itu cerita buku?, lantas bagaimanakah nasi Krawu yang sebenarnya?

Untuk menikmati nasi krawu kita tidak perlu pergi jauh-jauh ke daerah makanan khas itu berasal, karena di Surabaya sendiri sudah banyak yang jualnya, apa lagi kalau pagi-pagi, banyak orang yang jualan di pinggir-pinggir jalan dengan beraneka macam makanan. Misalnya di Jalan Kerto Menanggal, sepanjang jalan banyak yang jualan makanan seperti nasi pecel Madiun, nasi pecel Ponorogo, nasi Gudeg, dan tentunya nasi Krawu.

Di jalan Kerto Menanggal ini sendiri, ada dua orang yang jual nasi Krawu dengan memakai keranjang di atas motornya untuk menata nasi tersebut. Dan salah satunya adalah nasi krawu Bu Maria. Sama dengan apa yang ada dibuku, nasi krawu merupakan nasi dengan campuran daging, tetapi masih ada lagi campuran yang lain yaitu serundeng dan sambal. Dengan dibungkus daun pisang nasi krawu ini dijual dengan harga Rp. 10.000,00. 


 

MENJADI PENGUSAHA MUSLIM


Identitas Buku

Judul Buku : Rahasia Bisnis Sahabat Nabi
Penulis : Dr. Salman
Tahun Terbit : 2012
Penerbit         : Islamadina Publisher
Kota Terbit : Solo
Tebal Buku : 88 Halaman

Ringkasan Isi Buku

Jadi seorang wirausaha bagi seorang muslim adalah satu pilihan untuk merealisasikan tugas mulia dalam banyak dimensi pribadi, keluarga, masyarakat dan negara. Keberadaannya tidak sekedar membebaskan seseorang dari kemiskinan individu, tetapi juga memberikan kesempatan banyak orang untuk terbebas dari kemiskinan. Wirausaha yang sukses dan mulia menjadi ikon yang diimpikan. Sebuah negara yang yang minim jumlah wirausahawannya hanya akan menjadi bangsa yang bangkrut. Sebagaimana yang dikatakan oleh Laster Thurow, seorang profesor managemen dan ekonomi MIT dan pernah menjabat sebagai wakil presiden American Economics Association, yang menyatakan: “without Enterpreneurs, economies become poor and weak. The old will no exist; the new can not enter.”

Di tengah kesulitan ekonomi dan sedikitnya lapangan pekerjaan, bisnis, wirausaha, atau sektor perdagangan merupakan jalan keluar yang terbaik. Hal ini juga direkomendasikan oleh Rosulullah. Beliau adalah seorang pedagang dan para sahabat pun banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Abu Bakar As-Sidiq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf adalah beberapa di antara mereka yang sukses di bidang perdagangan.

Kenapa harus berbisnis?
“Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.” Tangan di atas merupakan tangan yang memberi sedang tangan di bawah adalah tangan yang meminta atau menerima. Sebenarnyalah ketika kita meminta, mengemis, atau menerima pemberian seseorang, ada setitik kehinaan dalam diri kita. Orang-orang sholih terdahulu banyak orang yang menolak pemberian. Maka dari itu, bisnis merupakan salah satu jalan untuk menghindari sikap tersebut. Berikut beberapa alasan mengapa kita harus berbisnis: (1) menciptakan kemandirian, (2) tidak bergantung pada subsidi pemerintah, (3) tidak perlu jadi pegawai, (4) dapat melaksanakan ibadah harta, (5) mampu mewujudkan ”Circle of Relation” bisnis dan sosial yang sesuai, (6) memiliki pengaruh di masyarakat, dan (7) kebebasan dalam menetapkan kebijakan.

Kaidah Umum dalam Berbisnis?
Kunci sukses dalam segala hal, termasuk dalam berbisnis adalah tawakkal kepada Allah Swt. dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Ath-Thalaq ayat 3 yang artinya:“Dan barang siapa yang bertawakkal kepaa Allah Swt., niscaya Allah Swt. akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah Swt. melaksanakan urusan yang (dikendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Swt. telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” Selain tawakkal kepada Allah Swt., kaidah umum dalam berbisnis di antaranya adalah sebagai berikut: (1) sabar dan tidak tergesa-gesa, (2) hemat, (3) menangkap peluang, (4) berinteraksi dengan akhlak islami, (5) menjauhi maksiat, dan (6) bisnisnya tidak melalaikan ibadah.

KarakterPengusaha Muslim?
Seorang pengusaha muslim mestinya selalu mengejar berkah tinimbang sekadar untung besar. Untung besar dan berkah tentunya lebih baik. Ada beberpa hal yang harus dilakukan agar bisnis kita diberkahi, seperti: jujur, tidak memanfaatkan ketidaktahuan konsumen dengan memanipulasi harga, memenuhi timbangan, tidak menjual barang haram, jangan gampang bersumpah, serta tidak melalaikan ibadah. Berkah merupakan bertambahnya manfaat dan kebaikan dalam sesuatu. Misalnya, berkah harta yang berarti bertambahnya kemanfaatan untuk hal-hal mulia. Meskipun sedikit, harta yang berkah akan memiliki nilai yang besar. Bila berkah pada sesuatu yang banyak membuatnya semakin bermanfaat. Ketiadaan berkah menjadikan seseorang mungkin saja kaya, tetapi hartanya tidak membawa pada kebahagiaan dan selalu merasa kurang.

Agar harta yang kita miliki dari berbisnis menjadi berkah, mari kita menjadi seorang pengusaha muslim, yang memiliki karakter: (1) beraqidah lurus, (2) bertawakkal kepada Allah Swt., (3) banyak berdoa, (4) menjada sholat berjama’ah di masjid, (5) yakin bahwa Allah Swt. menjamin rezeki semua makhluknya, (6) memahami agama dan hukum seputar perdagangan, (7) mencari pegawai yang baik, (8) beristikharah ketika memutuskan sesuatu, (9) bangun pagi unutuk mencari rezeki, (10) beramar ma’ruf nahi mungkar dengan lembut dan memberi contoh yang baik, (11) menjauhi syubhat, (12) memperbanyak zikir, (13) selalu jujur dan amanah dalam bermuamalah, (14) tidak mudah bersumpah kepada Allah Swt. ketika menjual maupun membeli, (15) bersedekah, (16) santun dalam berjual beli, (17) memberi kelonggaran pada orang yang kesulitan membayar utang, serta (18) menulis wasiat syar’i. 
 

BIOGRAFI DAN KETELADANAN GUS DUR


“Gus Dur tokoh penting dalam transisi demokrasi di Indonesia. Dia akan selalu dikenang atas komitmennya terhadap prinsip demokrasi, politik inklusif, dan toleransi beragama” (Barack Obama, Presiden AS)

Siapa yang tidak mengenal sosok seorang Gus Dur?. Beliau adalah seorang yang egaliter, yang tak pernah menjadikan perbedaan pandangan sebagai penyulut api permusuhan. Pemikiran dan tindakan Gus Dur di sepanjang hidupnya memperjelas bahwa sosok beliau seorang pluralis tulen. Seorang yang sadar sepenuhnya bahwa beliau hidup dalam sebuah negara yang bersemboyankan Bhineka Tunggal Ika. Karena itu, baik dalam agama maupun politik, Gus Dur adalah seorang yang inklusif dan tidak eksklusif. Beliau terbuka bagi siapa saja tanpa merasa perlu tahu asal usul dan latar belakangnya. Gus Dur sangat percaya, jika kita melakukan perbuatan baik, orang lain tidak akan pernah menanya apa agama kita. Sikap Gus Dur yang egaliter, pluralis, dan inklusif inilah yang menjadikan beliau hingga kini menjadi mercusuar dunia, yang selalu dikenang. Keteladan beliau bukan hanya berarti untuk Indonesia, melainkan seluruh di belahan dunia, seperti komentar Barack Obama di atas. Berikut biografi dan keteladan sosok seorang Gus Dur.

Biografi Gus Dur
Gus Dur lahir di Denanyar, Jombang 7 September 1940 dari pasangangan KH. Wahid Hasyim dan Hj. Solechah. Anak pertama dari enam bersaudara ini, mempunyai nama kecil Abdurrahman Addakhil. Nama Addakhil diambil dari nama seorang pejuang Islam di zaman Bani Umaiyah yang berhasil menaklukkan Spanyol dalam rangka mengembangkan Islam. Akan tetapi, nama ini tidak cukup dikenal, sehingga beliau menggantinya dengan “Wahid”, mengambil nama dari sang Ayah. Dan pada perkembangannya kemudian justru beliau lebih dikenal dengan nama panggilan Gus Dur. Gus adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kyai yang berarti “abang” atau “mas”.

Pada tahun 1944, Gus Dur pindah ke Jakarta mengikuti sang ayah yang terpilih menjadi ketua pertama Masyumi, sebuah organisasi yang dibentuk atas dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan menetap di sana selama perang kemerdekaan melawan tentara Belanda. Akan tetapi, pada tahun 1949 Gus Dur kembali ke Jakarta karena sang ayah ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dan di Jakarta inilah Gus Dur memulai pendidikan dasarnya di SD KRIS, dan kemudian pindah ke SD Matraman Perwari.

Di Usianya yang masih 13 tahun (1953), sang ayah meninggal dunia akibat kecelakaan mobil di Bandung. Hal ini membuat Gus Dur merasa sangat kehilangan dan peristiwa tersebut sangat membekas pada beliau, sampai-sampai pada tahun 1954 beliau masuk SMP dan tidak naik kelas. Akhirnya sang ibu, mengirim beliau ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya. Pada tahun 1957, Gus Dur lulus dari SMEP Yogyakarta, dan kemudian pindah ke Magelang untuk memulai pendidikan Islam di Pondok Pesantren Tegalrejo. Di Ponpes ini, beliau menyelesaikan pendidikannya dalam waktu hanya dua tahun dari yang semestinya empat tahun.

Pada tahun 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambak Beras di Jombang, dan kemudian nyantri lagi di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Di Tambak Beras, selain melanjutkkan pendidikannya beliau juga sempat menerima pekerjaan utamanya sebagai guru dan kemudian diangkat menjadi kepala madrasah. Tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari Kementerian Agama RI Untuk belajar di Universitas Al-Azhar Mesir pada Departemen of Higher Islamic and Arabic Studies. Pada bulan November 1963 beliau berangkat ke Mesir, akan tetapi sebelum keberangkatannya, sang paman melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah. Perkawinan beliau dilaksankan ketika Gus Dur sudah berada di Mesir, dan dari pernikannya ini, beliau dikaruniai empat putri, yaitu: Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zanuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Di Mesir, Gus Dur rupanya lebih memilih sebagai penikmat hidup ketimbang sebagai pelajar yang keras, karena ketika beliau mulai belajar dalam studi Islam dan bahasa Arab di tahun 1965, Gus Dur justru kecewa, pasalnya materi yang diberikan sudah banyak beliau pelajari dan beliau juga menolak metode belajar yang digunakan universitas. Metode belajar yang seperti itu membuat Gus Dur merasa tidak nyaman, dan studinya di Al-Azhar pun gagal dan pada tahun 1966 ia diberitahu pihak universitas untuk mengulang pelajarannya. Pada saat yang bersamaan, beliau menerima beasiswa dari Universitas Baghdad. Gus Dur pun akhirnya pindah ke Irak dan masuk ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Arab di Universitas Baghdad.

Tahun 1970, Gus Dur menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad. Tidak berhenti di situ, Gus Dur pun melanjutkan pendidikannya Universitas Leiden, Belanda. Akan tetapi beliau menelan kekecewaan, karena pendidikannya di Universitas Baghdad tidak diakui oleh Universitas Leiden. Dari Belanda, Gus Dur kemudian pergi ke Jerman dan Perancis, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1971.

Sepulang dari pengembaraan beliau mencari ilmu tersebut, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru pada Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Asyari Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur menjadi penulis. Menulis merupakan sisi lain dari bakat Gus Dur, beliau pernah menjadi penulis di majalah Tempo dan Kompas. Artikel pun banyak diterima dengan baik oleh banyak kalangan.

Pada tahun 1979, Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren di Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980, Gus Dur diperaya menjadi sebagai Wakil Khatib Syuriah PBNU. Kiprah beliau di PBNU semakin menanjak, hingga akhirnya terpilih secara aklamasi oleh tim ahl hall wa al-‘aqdi yang diketuai oleh K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan Ketua Umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo, pada tahun 1984. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada Muktamar NU ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta pada tahun 1989, serta Muktamar NU di Cipasung Jawa Barat pada tahun 1994. Jabatan Ketua Umum PBNU baru beliau tinggalkan setelah Gus Dur menjadi Presiden.

Keteladanan Gus Dur
Wafatnya Gus Dur, memberikan implikasi tersendiri pada isu-isu nasional, di antaranya pluralisme. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato upacara pemakaman Gus Dur, beliau menyebut Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” yang patut diteladani seluruh bangsa. Kegigihan dan konsistensi Gus Dur dalam mengimplementasian nilai-nilai pluralisme, membela kaum minoritas dan orang-orang tertindas itulah yang menjadikan ketokohan Gus Dur diterima tidak hanya di kalangan umat Islam dan rakyat Indonesia, tetapi juga masyarakat dan tokoh non-muslim di berbagai penjuru dunia.

Gus Dur merupakan satu dari sedikit ulama dan tokoh nasional yang konsisten memperjuangakan demokarsi dan toleransi beragama. Konsistensi Gus Dur telah membuahkan banyak penghormatan dan penghargaan dari dalam dan luar negeri. Seperti penghargaan dari First Freedom Center pada tahun 2010, Gus Dur dianugerahi “First Freedom Award 2010” atas konsitensinya memperjuangkan demokrasi dan toleransi beragama. Sebagai contoh Gus Dur telah menghapus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dengan Intruksi Presiden (Inpres) No. 6/200 yang dikeluarkannya tanggal 17 Januari 2000. Inpres ini mencabut Inpres 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China yang selama bertahun-tahun membuat orang Tionghoa takut bersembahyang di kelenteng atau mempertonyonkan seni budayanya.

Selain itu, Gus Dur merupakan seorang besar dengan kesadaran kemanusian yan mumpuni, yang tidak pernah menolak merajut tali silaturrahmi, bahkan dengan Israel sekalipun. Meskipun beliau harus menerima hujan caci maki dan cercaan dari komunitas Islam Fundamnetal. Tetapi Gus Dur tidak reaksioner dengan semua hujatan yang dialamatkan kepada beliau, bahkan beliaupun tidak berusaha membalas ketika sejumlah orang mengatangatainya dengan kata-kata yang tidak pantas. Sebagai seorang ulama, Gus Dur tentunya paham betul apa artinya menjadi bijaksana, dan sikapnya itu benas. Menurut beliau, fundamentalisme tidak boleh dilawan dengan kekerasan, tetapi harus diberi pencerahan. Selain itu, perbedaan dan pertentangan harus diselesaikan dengan semangat saling pengertian, saling menerima, dan saling memaafkan. Tanpa adanya semangat saling mengasihi, saling membantu, dan saling memperhatikan, maka yang ada hanyalah persaingan-persaingan untuk saling menjatuhkan.

Referensi
Asyakir, Ibnu. 2010. Hadiah Pahlawan Untuk Gus Dur dan Soeharto. Yogyakarta: Pustaka Zeedny.
Musa, Ali Masykur. 2010. Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur. Jakarta: Erlangga.
 

MODEL PEMBELAJARAN PRIMA

Model pembelajaran proyek berbasi riset dan masalah (prima) merupakan model pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran berbasis proyek, yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru, dan melakukan kinerja ilmiah dalam bentuk riset secara kolaboratif, sehingga menjadikan mahasiswa mampu menghadapi tuntutan kehidupan abad 21 yang memerlukan sumber daya manusia yang memiliki keahlian, mampu berpikir kritis, kreatif dan produktif, mampu memecahkan masalah, dapat mengambil inisiatif, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu menerapkan konsep yang telah dipelajarinya pada situasi/pengetahuan baru dan dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran prima sesuai dengan teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivistik, teori belajar bermakna, teori belajar penemuan, dan teori pemrosesan informasi. Teori belajar tersebut sangat cocok dengan model pembelajaran prima, karena untuk melatih keterampilan berpikir tinggat tinggi dan mengoptimalkan peguasaan konsep. Adapun tahap-tahap (sintaks) dalam model pembelajaran prima adalah sebagai berikut: (1) orientasi, (2) eksplorasi, (3) presentasi, dan (4) aplikasi.

Berdasarkan sintaks di atas, maka ciri/karakteristik utama model pembelajaran model prima adalah kolaboratif, kooperatif, dan aplikatif. Ciri kolaboratif dan kooperatif tercermin pada tahap orientasi, eksplorasi, dan presentasi dan aplikasi yang ditandai adanya kerja sama dalam mengorganisasi proyek, berelasi dengan pakar, melakukan kinerja ilmiah dalam bentuk riset, serta menelusuri informasi melalui buku teks. Sedangkan ciri aplikatif tercermin pada tahap aplikasi yang ditandai kemampuan mahasiswa dalam menerapkan konsep yang dipelajari pada pengetahuan/situasi baru dan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan untuk membiasakan mahasiswa untuk menggunakan kemampuan sesuai dengan kegunaan, situasi, dan konteksnya sehingga tidak ada keraguan lagi dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.

Tulisan ini merupakan ringkasan dari disertasi Frida Maryati Yusuf yang berjudul "Model Pembelajaran Proyek Berbasis Riset dan Masalah (Prima) Untuk Mengoptimalkan Penguasaan Konsep dan Melatih Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa"