Korupsi di Kalangan Kader Partai

Korupsi di Kalangan Kader Partai


Korupsi….!!!!, mungkin kata yang tak akan pernah sirna di negeri ini. Korupsi atau penyalahgunaan uang negara ini bagaikan mata rantai yang tak pernah putus alias semakin menjamur, apalagi di kalangan kader partai politik (parpol) laksana sudah menjadi tradisi tersendiri. Terakhir kasus korupsi yang mencuat di negeri ini adalah kasus politisi Anas Urbaningrum. Kader partai Demokrat ini dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari jumat, 22 Pebruari 2013 karena korupsinya pada mega proyek sport centre/wisma atlet Hambalang.
 Senasib dengan Ana Urbaningrum, empat rekannya yang sama-sama kader dari partai demokrat sudah dijadikan tersangka oleh KPK lebih dahulu. Mereka berempat adalah M. Nazaruddin (mantan bendahara partai demokrat), Angelina Sondakh, Murtati Murdaya, dan Andi Malarangeng. Tidak jauh dengan partai demokrat, masih banyak kader parpol yang sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dengan berbagai macam kasus korupsi. Kader parpol yang sudah menjadi tersangka kasus korupsi antara lain; Waode Nurhayati (PAN), Lutfi Hasan Ishaq (PKS) yang terjerat kasus impor daging sapi, kader partai golkar yang korupsi di kementrian agama dalam penggadaan Alquran, serta kader PDI-P yang korupsi dalam proyek PLTU tahun 2004.
Sungguh miris melihat berbagai kasus korupsi yang akhir-akhir terjadi di negeri ini, yang banyak melibatkan kader parpol. Yang seharusnya politisi-politisi tersebut menjadi tangan panjang rakyat, yang menyalurkan aspirasi rakyat malah melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan yakni korupsi. Banyak hal yang melatar belakangi kader parpol untuk melakukan korupsi, mulai dari biaya masuk untuk yang manjadi anggota parpol yang selangit hingga tergiurnya oleh APBN.
Dengan biaya masuk yang sangat mahal tersebut, kader parpol kalau sudah menjadi politisi/anggota dewan berkeyakinan bahwa semua uang yang sudah dikeluarkan harus kembali ke kantong, kalau-kalau tambah banyak uang yang kembali, dengan demikian kader parpol tersebut mencari dana lain untuk mencukupinya yang tak tahu dari mana asal-usulnya. Begitu pula dengan APBN yang menggiurkan yang mencapai 1600 Triliyun. Pasti dengan sejumlah uang yang fantastis tersebut siapa yang tidak tergiur?.
Seharusnya, meskipun melihat jumlah uang APBN yang begitu banyaknya, sebagai tangan panjnag rakyat wajib mengembalikan kepada rakyat lagi, atau menggunakan dengan sebagaimana mestinya. Bukan masuk ke kantong pribadi. Karena bagaimanapun politisi yang menjadi anggota dewan adalah orang-orang yang terpilih dan dipercaya oleh rakyat, sehingga politisi yang ada hendaknya menjalankan amanah yang telah diembannya dengan sebaik-baiknya.



 

Korupsi


KORUPSI


Imam Malik dalam Al-Muwattha’ meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah mengirim Abdullah bin Rawahah ke Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk pada kekuasaan Islam) untuk memungut pajak bumi (kharaj) dari hasil tanaman kurma mereka. Rosulullah Saw. telah memutuskan hasil bumi Khaibar dibagi menjadi dua, separoh untuk kaum Yahudi sebagai pengelola dan separohnya lagi diserahkan kepada kaum Muslimin.
Ketika Abdullah bin Rawahah menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi mendatangi beliau. Mereka mengumpulkan perhiasan istri-istri mereka dengan niat untuk menyogok. Mereka berkata, “Ini untukmu dan peringanlah pungutan yang menjadi beban kami. Bagilah kami lebih dari separoh.”
Abdullah bin Rawahah kemudian menjawab, “Hai orang-orang Yahudi, dengarkanlah!, bagiku kalian adalah makhluk yang dimurkai oleh Allah Swt. Aku tidak akan membawa perhiasan itu dengan harapan aku akan meringankan (pungutan) yang menjadi kewajiban kalian. Suap yang kalian berikan ini sesungguhnya merupakan harta haram (suht). Sungguh, kami tidak akan memakannya.”
 Sikap Abdullah bin Rawahah di atas menjadi jaminan bahwa korupsi tak pernah ada atau paling tidak akan jarang ditemukan ketika Islam telah mewarnai kehidupan kenegeraan. Hal ini diperkuat lagi dengan sistem sanksi Islam untuk korupsi, yaitu dikenai hukuan ta’zir 6 bulan hingga 5 tahun. Apabila jumlah yang dikorupsi dapat membahayakan ekonomi Negara, maka koruptor tersebut dapat dijatuhi hukuman mati.
Lantas, bagaimanakah korupsi di negara kita sekarang??????

 

Mata Pelajaran Fiqih


Mata Pelajaran Fiqih


1.      Pengertian Mata Pelajaran Fiqih
Mata pelajaran fiqih adalah salah satu bagian dari Pendidikan Agama Islam yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun islam mulai dari ketentuan dan tata cara pelaksanaan taharah, shalat, puasa, zakat, sampai dengan pelaksanaan ibadah haji, serta ketentuan tentang makanan dan minuman, khitan, kurban, dan cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
Sedangkan kata fiqih itu sendiripun memiliki arti, ahli fiqih mendefinisikan berbeda-beda tetapi mempunyai tujuan yang sama diantaranya menurut Syaikh Islam Abi Yahya Zakariya bin Al Anshory, fiqih menurut bahasa adalah faham, sedangkan menurut istilah adalah ilmu tentang hukum syari’ah amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci. Sementara itu ulama-ulama lain mengemukakan fiqih adalah Ilmu tentang hukum syari’ah amaliyah yang diperoleh melalui jalan ijtihad.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa fiqih adalah ilmu yang menjelaskan tentang hukum syari’ah, yang berhubungan dengan segala tindakan manusia baik berupa ucapan ataupun perbuatan Pembelajaran fiqih adalah sebuah proses belajar untuk membekali siswa agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil aqli atau naqli.
Pembelajaran Fiqih yang ada di madrasah saat ini tidak terlepas dari kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu Kurikulum Peraturan Menteri Agama RI. Peraturan Menteri Agama RI sebagaiman dimaksud adalah kurikulum operasional yang telah disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Sehingga kurikulum ini sangat beragam. Pengembangan Kurikulum PERMENAG yang beragam ini tetap mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab, lingkup materi minimal, dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai tingkat kelulusan minimal, sesuai dengan tujuan dan fungsi pembelajaran fiqih.
a.    Tujuan pembelajaran fiqih
Mata pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali siswa agar dapat:
1)   Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2)   Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya.
Pemahaman dan pengetahuan tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam bermasyarakat, serta dapat menumbuhkan ketaatan beragama, tanggung jawab dan disiplin yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari baik secara pribadi maupun sosial dengan dilandasi hukum Islam.
b.   Fungsi pembelajaran fiqih
Mata pelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah berfungsi mengarahkan dan mengantarkan peserta didik agar dapat memahami pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).
2.      Ruang Lingkup dan Karakteristik Fiqih
a.    Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
1)   Fiqih ibadah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun islam yang baik dan benar, seperti :tata cara thaharah, shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji.
2)   Fiqih muamalah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman ketentuan makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
b.   Karakteristik
Mata pelajaran Fiqih yang merupakan bagian dari pelajaran agama di madrasah mempunyai ciri khas dibandingkan dengan pelajaran yang lainnya, karena pada pelajaran tersebut memikul tanggung jawab untuk dapat memberi motivasi dan kompensasi sebagai manusia yang mampu memahami, melaksanakan dan mengamalkan hukum Islam yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh dan muamalah serta dapat mempraktekannya dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Disamping mata pelajaran yang mempunyai ciri khusus juga materi yang diajarkannya mencakup ruang lingkup yang sangat luas yang tidak hanya dikembangkan di kelas. Penerapan hukum Islam yang ada di dalam mata pelajaran Fiqih pun harus sesuai dengan yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga metode demonstrasi sangat tepat digunakan dalam pembelajaran fiqih, agar dalam kehidupan bermasyarakat siswa sudah dapat melaksanakannya dengan baik.






 

Jigsaw Learning


Jigsaw Learning


1.      Pengertian Jigsaw Learning
Jigsaw Learning dapat diartikan sebagai sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan sesama peserta didik dalam kelompok untuk mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.[1]
Guru diharapkan mampu menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Model Jigsaw Learning yang penuh dengan bentuk aktivitas peserta didik tentunya menekankan pentingnya peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered, arah pembelajaran tidak hanya berasal dari guru tetapi peserta didik juga dapat belajar dengan sesamanya. Selain itu, peserta didik tidak hanya mempelajari materi saja tetapi juga keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas yang dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antaranggota kelompok selama kegiatan pembelajaran.
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Dalam teknik ini guru memperhatikan latar belakang pengalaman peserta didik dan membantu peserta didik aktif dalam belajar.[2]
Model pembelajaran Jigsaw Learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dalam pembelajaran Jigsaw Learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model Jigsaw Learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai.
MI Miftahul Mubtadi’in merupakan salah satu sekolah dasar yang selalu berusaha meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didiknya. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu dengan menerapkan berbagai model pembelajaran, yang bertujuan meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, sehingga hasil evaluasi belajarnya lebih baik. Berdasarkan latar belakang diatas, mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh model pembelajaran Jigsaw Learning terhadap hasil belajar.
Wina Sanjaya, juga menuliskan pengertian Jigsaw Learning atau pembelajaran kooperatif dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, yaitu: Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang heterogen.[3]
Pembelajaran kooperatif mengacu pada berbagai macam metode pengajaran dimana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam mempelajari materi pelajaran. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju peserta didik. Peserta didik bisa juga saling mengajar dengan sesama peserta didik lainnya.
Dari beberapa penjelasan tersebut, Jigsaw Learning dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan atau tim kecil, antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang berbeda untuk bekerjasama dengan sesama peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan”.
Pada model pembelajaran tipe Jigsaw terdapat kelompok asli dan kelompok ahli. Kelompok asli yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
2.      Ciri-ciri Jigsaw Learning
Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b.   Kelompok dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c.    Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, jenis kelamin berbeda beda.
d.   Penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individu.[4]
3.      Model-model Jigsaw Learning
Dalam pembelajaran Jigsaw Learning terdapat dua pengelompokkan, yaitu :
a.    Kelompok jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam kelompok tersebut hanya pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental.
b.   Kelompok jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu bukan hanya pada saat itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode tertentu sesuai dengan tugas atau masalah yang akan dipecahkan.[5]
4.      Langkah-langkah Jigsaw Learning
Langkah-langkah melaksanakan teknik Jigsaw dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.    Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan segmen yang ada.
b.   Sebelum bahan pelajaran dibagikan guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas.
c.    Guru membagi materi yang berbeda pada setiap kelompok untuk dipelajari, didiskusikan dan dipahami.
d.   Setelah selesai, setiap kelompok mengutus delegasi kekelompok lain untuk menjelaskan materi yang telah dipelajari dan didiskusikan.
e.    Guru mengembalikan suasana kelas seperti semula kemudian menanyakan seandainya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
f.    Guru memberikan pertanyaan pada peserta didik untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi yang telah dipelajari.
g.   Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi dan tindak lanjut.[6]




[1] Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2005), Cet. 1, hlm. 12.
[2] Ibid, hlm. 21.
[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Cet. 3, hlm. 241.

[4] Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran Kooperatif, ( Surabaya: University Press, 2000), hlm. 7.
[5] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), Cet. X, hlm. 83.

[6] Ismail SM, Strategfi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, Cet. IV. 2009). hlm. 83.