5 September 2013, aku dinyatakan lulus dari PGMI, tentunya setelah
mengikuti sidang skripsi atau munaqosyah. Sidang yang sangat menegangkkan,
duduk manis di depan 4 orang dewan menguji, dengan segala macam hujatan
pertanyaan yang diajukan oleh dewan penguji. Nggak terasa 4 tahun telah aku
lalui tuk menimba ilmu di sratata satu. Tentunya dengan berjalannya waktu
banyak pengalaman yang telah aku dapat selama 4 tahun ini.
Kalau bicara Prodi PGMI, prodi yang langkah mahasiswa laki-laki.
Ya.. nggak teman-teman?. Di kelas aku saja dari dari 40 mahasiswa, hanya 10
mahasiswa laki-laki. Dan yang lebih langkah lagi di kelas adik tingkatku, hanya
4 mahasiswa laki-lakinya. Bagaimana di kelas teman-teman semuanya??, banyak
laki-laki atau perempuannya??
Kuliah di Prodi PGMI sangat menyenangkan, selain kita mendapatkan
ilmu pengetahuan umum, kita juga mendapat ilmu pengetahuan agama. Ditambah lagi
ketika mendapat matakuliah Praktik Pengalaman Lapangan I (Micro Teaching),
kita berlagak menjadi layaknya anak-anak MI, dengan tingkah laku layaknya anak
MI yang sedang belajar di dalam kelas, kadang bikin geli dan ketawa sendiri.
He.. he.. he.. J
Akan tetapi semua itu adalah demi kebaikan kita semua, sebagai bekal ketika
lulus dan mengabdi di sekolah.
Ketika masih kuliah menenteng map ke sana ke mari, masih tanpa
beban, karena yang ditenteng adalah tugas kuliah dari sang dosen. Berbeda
dengan ketika sudah lulus, map yang ditenteng berisikan lamaran kerja, dengan
gaya yang sok dengan gelar sarjana yang disandang, akan tetapi dengan beban
berat yang siap menghadang di depan mata. Sekedar berbagai cerita, berikut
adalah beberapa permasalahan yang aku hadapi ketika sudah berada di dunia
kerja:
1.
PGMI
beda dengan PAI
Banyak
orang yang beranggapan bahwa PGMI sama dengan PAI. Mungkin karena gelar kita
sama ya, sama-sama S.Pd.I. dan kenapa gelar sarjana PGMI, tidak seperti PGSD
yang S.Pd.SD.?, kalau PGSD bisa S.Pd.SD., kenapa PGMI tidak bisa S.Pd.MI. atau
S.Pd.SDI.?? hehehe.. berharapnya sich
seperti itu.
Suatu
cerita, ketika sepulang dari kampus di atas angkutan umum sempat
berbincang-bincang dengan seorang ibu-ibu yang pulang dari ngajar. Yang intinya
adalah membicarakan tentang apa itu jurusan PGMI. Seperti kebanyakan orang, ibu
itu juga beranggapan bahwa alumni PGMI nanti kalau sudah lulus akan menjadi
guru agama yang mengajar di SD, SMP, atau SMA.
PGMI
beda dengan PAI, PGMI dicetak untuk menjadi guru kelas yang mengajar tingkat
MI, bukan untuk menjadi guru mata pelajaran PAI.
2.
PGMI
tidak bisa ngikut CPNS di beberapa daerah.
Menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih menjadi dambaan bagi sebagain orang di negeri
ini, karena menjadi PNS kehidupan secara material dapat tercukupi dan di masa
tua pun cerah dan sejahtera karena mendapat tunjagangan pensiunan.
Akan
tetapi untuk menjadi PNS, bagi alumni PGMI masih sedikit terganjal, karena
sebagaian daerah tidak menerima alumni PGMI, meskipun ada yang secara
terang-terangan menuliskan formasi PGMI dan itu jumlahnya bisa dihitung dengan
jari. Sebagai contoh, tahun 2014 kemarin, seoarang teman aku mendaftar PNS di
Kabupaten Sidoarjo untuk formasi guru kelas pertama, tentunya dia alumni PGMI, dengan
segala persyaratan yang ditentukan dicoba untuk dipenuhi, akan tetapi surat
balasannya adalah pendidikan tidak sesuai dengan formasi pilihan, karena
pendidikan anda adalah Sarjana Pendidikan Islam, bukan guru kelas.
Seperti
yang kita ketahui bersama, dalam penerimaan CPNS tahun kemarin kita diberi
untuk memilih pilihan satu dan dua. Tapi kenapa?, ketika kita pada pilihan satu
ditolak karena gara-gara tidak sesuai pendidikan kita, pada pilihan dua yang
kita pilih yang sudah jelas-jelas menerima latar belakang pendidikan semua
jurusan, kita masih tidak bisa ikutan tes untuk pilihan yang kedua.
3.
Pramuka
masuk dalam kurikulum matakuliah
Tahun
pelajaran 2014/2015 merupakan babak awal diberlakukan Kurikulum 2013 (kurtilas)
secara keseluruhan untuk kelas 1 dan 4, yang sebelumnya diberlakukan bagi
sekolah pilot project. Dan yang special di kurtilas ini, pramuka
dijadikan ekstrakuriker wajib, mau tidak mau semua siswa harus ikutan pramuka.
Kalau jumlah muridnya puluhan sich masih mending, tapi kalau sudah ratusan,
perlu tenaga ekstra.
Di
sekolah aku tempat mengajar, ekstrakurikuler pramuka yang ngajar adalah guru
kelasnya masing-masing, karena kepala sekolah aku tidak mau mencari pembina
dari luar. Jadinya, masing-masing guru membina kelasnya sendiri-sendiri, akan
tetapi dengan satu instruksi dari Pembina gudep, biar apa yang diberikan sama.
Awalnya
aku merasa kebingungan, karena terakhir aku ngikutin pramuka kelas X SMA, dan
itu juga karena terpaksa, karena pramuka pada waktu itu diwajibkan juga. He..
he.. J.
Meskipun pada akhirnya harus ngikutin kurus kepramukaan untuk menambah ilmu
tentang kepramukaan.
Melihat
apa yang saya alami itu, saya berharap pramuka masuk dalam matakuliah yang ada
bobot SKS-nya, karena pramuka pada kurtilas merupakan ekstrakurikuler wajib.
Dan yang ada sekarang di kampus pramuka masih dalam UKM, tapi nggak tahu juga
di kampus yang lain. Pramuka masuk UKM atau Matakuliah?
4.
Kurikulum
yang gonta-ganti
Ganti
menteri ganti kurikulum. Inilah yang terjadi di negeri ini. Siswa seolah-olah
robot yang harus selalu dipaksa untuk ngikutin perubahan kurikulum. Kurikulum
satu belum bener-bener dipahami dan dilaksanakan secara matang, ganti kurikulum
lagi. Seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, berjalan dua tahun,
kemudian ganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Dan
sekarang lagi berjalan Kurtilas yang diterapkan ketika akhir masa jabatan Menteri
M. Nuh, yang diterapkan secara keseluruhan diawal tahun pelajaran 2014/2015,
dan apa yang terjadi?, di semester dua ketika pergantian menteri yang baru,
kurtilas diberhentikan hanya untuk sekolah-sekoah yang sudah menerapkan
kurtilas selama 3 semester, dalam artian sudah menerpakan kurtilas mulai tahun
pelajaran 2013/2014. Dan sekarang muncul isu akan diberlakukannya kurikulum
nasional di tahun 2018?
Sungguh
sangat ironi, melihat seringnya gonta-ganti kurikulum. Bukan hanya guru dan
siswa yang merasa kewalahan dengan itu, tapi juga mahasiswa kependidikan dan
keguruan. Mengapa demikian?
Sebagai
contoh, ketika dberlakukan KTSP misalnya, kita sebagai mahasiswa otomomatis
dalam perkuliahan belajar tentang perangkat pembelajaran KTSP, mulai dari
silabus, RPP, sistem evaluasi, dan sebagainya. Namun apa yang terjadi ketika
kita PPL 2 (Real Teaching) atau bahkan ketika kita sudah lulus dan
mengajar, dan harus ganti dengan kurikulum yang baru (kurtilas). Kita tidak
mempunyai bekal tentang kurtilas, karena diperkuliahan kita belajar tentang
kurikulum lama. Kalau seperti ini, kita merasa kebingungan sendiri, karena
hanya mengetahui sedikit atau bahkan tidak mengetahui sedikitpun tentang
kurikulum baru.
5.
Program
Profesi Guru
“Tidak
mempunyai sertifikat pendidik, berarti tidak bisa mengajar”
Itulah
yang menjadi polemik bagi pendidik sekarang. Sebagai alumni sarjana
kependidikan sekarang, tidak lantas begitu saja bisa menjadi seorang pendidik,
akan tetapi harus mengantongi sertifikat pendidik, dengan kuliah profesi.
Begitu juga dengan sarjana non kependidikan yang ingin menjadi guru, harus
kuliah profesi juga.
Dari
kuliah profesi yang ada sekarang, bagi alumni kependidikan merasa dirugikan,
meskipun nantinya dalam kuliah profesi menambah ilmu pengetahuan juga. Bagi
yang kuliah di kependidikan untuk menjadi seorang pendidik, untuk mempelajari
seluk-beluk proses pembelajaran dan sebagainya perlu waktu kurang lebih 4 tahun
dalam bangku kuliah. Nach… lantas dengan kuliah profesi ini, bagi non
kependidikan untuk mempelajari itu semua, hanya dengan waktu kurang lebih satu
tahun. Inikah cara untuk mencetak guru professional??? Apakah tidak seperti
Akta IV saja??, bagi sarjana kependidikan langsung didapatkan ketika lulus??.
6.
Linearisasi
Pendidikan Guru
Di
sekolah-sekolah yang ada sekarang, latar belakang pendidikan guru terutama di
MI, masih ada yang bukan alumni PGMI, ada yang bergelar Sarjana Hukum, Ekonomi,
Sosial, serta ada PGSD yang ngajar di MI atau sebaliknya. Melihat itu semua, di
sini perlu ada kejelasan peraturan tentang linearisasi pendidikan guru,
sehingga tidak saling merebut lahan mengajar.. hehehehe J, kalau alumni PGMI mengajar di MI, dan alumni PGSD mengajar di SD,
selain dari alumni itu tidak dibisa mengajar di MI/SD, kecuali guru
matapelajaran yang diperlukan.
Tulisan ini ditulis dalam rangka Musyawarah Besar Ikatan Mahasiswa
PGMI Se-Indonesia (MUBES IMPI) III di
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 14-17 Mei 2015
Assalamu'alaikum wr wb.
ReplyDeletesaya baru saja lulus SMA dan sedang mencari tempat kuliah. saya diterima di jurusan PGMI IAIN SALATIGA dan juga diterima di MANAJEMEN PENDIDIKAN UNY. kedua orang tua saya adalah PNS dari Kemenag RI. orang tua saya beranggapan bahwa PGMI adalah jurusan yang punya masa depan cerah dan bisa cepat mapan. tapi saya percaya bahwa nasib orang tidak bisa ditentukan hanya sekedar seperti itu. kita tidak tau saya akan bisa sukses melalui jurusan yang mana. saya masih belum menentukan pilihan, bagaimana menurut kakak? apakah menurut kakak saya pantas mengorbankan jurusan yang lain untuk memilih yag PGMI? terimakasih sebelumnya. Wassalamu'alaikum wr wb
Walaikumsalam Wr. Wb.
ReplyDeleteKalo menurut saya pilihan kembali kepada masnya, karena apa?. Yang jalani nantinya adalah mas,bukan orang lain. Kalo mas menjadi guru, ambil PGMInya, apalagi orang tua mas ASN Kemenag, dan PGMi di bawah kemenag. PGMI setara kok dengan PGSD, tapi kita punya plusnya, yakni ditambah dengan agama bukan hanya umum saja. Monggo kalau mau diskusi invite pib saya di 5D9907DA
Wa mas untuk sharing bareng
Delete+628990175198
DeleteAssalamualaikum
ReplyDeleteMas apa benar lulusan pgmi tidak bisa menjadi guru sd atau pns di tahun 2017 ?
Walaikumsalam Wr. Wb.
DeleteItu pengalaman tahun 2014 mas..
Ada beberapa teman yang tidak lolos seleksi berkas gara-gara gelar S.Pd.I. yang dianggap sebagai guru PAI, bukan guru kelas...
Tpi ada beberapa daerah yang meloloskan berkas mas, cz dianggap setara sama PGSD..
Jadi kembali kebijakan instansi mas...
Walaikumsalam Wr. Wb.
DeleteItu pengalaman tahun 2014 mas..
Ada beberapa teman yang tidak lolos seleksi berkas gara-gara gelar S.Pd.I. yang dianggap sebagai guru PAI, bukan guru kelas...
Tpi ada beberapa daerah yang meloloskan berkas mas, cz dianggap setara sama PGSD..
Jadi kembali kebijakan instansi mas...
Klo ditempt sya ngajar kty malah pgmi gk linier ngajar agama d sd.. Ijazah hrus pai... Sbtulnya pgmi linier di klas mna dan mapel apa.. Jd bingung
ReplyDeleteAlhamdulillah.. sekarang PGMI suda sama dengan PGsD dengan munculnya surat dari kemendikbud terkait PPGJ...
ReplyDeletePGMI adalah guru kelas..
Bukan agama....
Terimakasih artikelnya sangat bermanfaat
ReplyDelete