Judul : Api Tauhid (Cahaya Keagungan
Cinta Sang Mujaddid)
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : Cetakan III, Desember 2014
Tebal : XXXVI + 574 hal
Fahmi merupakan mahasiswa S2 Universitas Islam Madinah yang berasal
dari kampung Tegalrandu, Lumajang, Jawa Timur. Anak kedua dari tiga bersaudara
ini berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Ibunya merupakan perempuan
desa sederhana, yang lahir di Gunung Kidul, Yogyakarta, hanya tamatan Sekolah
Dasar, tetapi fasih dalam membaca Al-Qur’an. Dan bapaknya merupakan modin dan
imam di musholla di kampungnya.
Lebih beruntung dari bapaknya, yang hanya tamatan pondok pesantren
di Kediri. Fahmi lebih beruntung bisa melanjutkan kuliah di Madinah. Berawal
dari sebuah kunjungan ulama dari Madinah ke pondok pesantren tempat Fahmi
nyantri, dan pada waktu itu Fahmi memberikan sambutan dengan menggunakan bahasa
Arab untuk mewakili santri-santri yang lain. Ulama’ tersebut sangat kagum
dengan apa yang dilakukan oleh Fahmi. Lantas, sang ulama’ memberikan tahu bahwa
ada muqabalah atau penerimaan kuliah di Universitas Islam Madinah di Bogor.
Pondok pesantren Fahmi mengutus lima santrinya untuk mengikuti seleksi, dan
akhirnya Fahmi dan salah seorang sahabatnya (Ali) lolos seleksi untuk kuliah di
Madinah.
Tak terasa sudah enam tahun lebih Fahmi belajar di Madinah. Kampung
halamannya merupakan suatu surga yang selalu didambakan. Suatu ketika Fahmi
pulang kampung untuk mengisi liburannya, apa yang terjadi ketika itu?. Ya.. dua
keluarga datang ke rumah Fahmi untuk melamarnya, pertama keluarga pak lurah
yang menawarkan anak gadisnya yang Bernama Nur Jannah untuk dijadikan isteri
Fahmi, dan yang kedua keluarga Kyai Arselan pengasuh Pondok Pesantren Manahilul
Hidayat, Yosowilangun, Lumajang, yang menawarkan anak gadisnya yang bernama
Firdaus Nuzula.
Melalui serentetan panjang, shalat istikharah dan sebagainya.
Akhirnya Fahmi memutuskan untuk menikah sirri dengan Nuzula, mahasiswa semester
empat Program studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta. Setelah, melakukan akad
nikah, mereka kembali melanjutkan kembali belajarnya, Fahmi di Madinah dan
Nuzula di Jakarta. Tiga bulan hubungan mereka masih berjalan lancar, melalui
SMS dan telepon. Akan tetapi, setelah itu yang terjadi sangat mengejutkan
Fahmi. Kyai Arselan meminta untuk Fahmi menceraikan Nuzula, tanpa alasan yang
tak jelas.
Hal ini membuat Fahmi dan keluarganya sedih, karena keluarga Nuzula
mengembalikan semua seserahan yang diberikan ketika melamar Nuzula. Ibu Fahmi
hingga dirawat di ICU karena serangan jantung. Berbeda dengan Fahmi, yang
meluapkan segala kesedihannya itu kepada Allah Swt. Fahmi memutuskan untuk
I’tikaf di Masjid Nabawi sambil Muraja’ah hafalan Al-Qur’annya. Fahmi Memang
Hafal Al-Qur’an sebelum dia masuk di Universitas Islam Madinah. Fahmi berniat
untuk tidak akan membatalkan I’tikafnya kecuali sudah menghatamkan empat puluh
kali dengan hafalan. Dengan itu, Fahmi berharap bisa melupakan Nuzula.
Fahmi mengehentikan bacaannya ketika ada kumandang adzan, iqamat,
dan mendirikan shalat. Serta untuk keperluan makan, minum, buang hajat dan
bersuci, selebihnya hanya untuk baca Al-Qur’an. Hari kelima ketika Ali dan
Hamzah (teman kuliahnya dari Turki) menjenguh Fahmi di masjid Nabawi, suatu hal
terjadi pada Fahmi, hidungnya mengluarkan darah dan pingsa. Akhirnya kedua
sahabat itu membawa Fahmi ke Prince Mohammed Bin Abdulaziz Hospital.
Fahmi siuman dari sakitnya, akan tetapi ingatan akan menceraikan
Nuzula masih teringat tajam dalam pikiran Fahmi. Dan kebetulan Hamzah akan
pulang kampung ke Turki, Fahmi memutuskan untuk ikut Hamzah dengan harapan bisa
melupakan semua permasalahannya.
Perjalanan Fahmi dimulai dengan dibarengi Hamzah, Aysel, Emel,
Bilal, dan Subkhi. Mereka berkeliling ke Istambul, Kayseri, Gaziantep,
Sanhurfa, Konya, Isparta, dan Barla untuk napak tilas sejarah hidup ulama besar
Syaikh Badiuzzaman Nursi.
Dalam perjalanannya, suatu permasalahan dihadapi oleh Fahmi, yang
harus berhadapan dengan Carlos. Sebetulnya, Carlos mempunyai permasalahan
kepada Aysel, akan tetapi karena kebaikan Fahmi yang ingin membantu Aysel, Ia
pun harus berurusan dengan Carlos juga. Fahmi disekap dengan tangan diikat,
betis kakinya ditancap dengan kail lalu digantung, hingga harus berada di dalam
kontainer dengan anjing-anjing ganas yang siap menyantapnya.
Carlospun meninggal disantap oleh anjing-anjing yang dia siapkan
untuk Fahmi, dan Fahmi dirawat di rumah sakit Medicana International Istambul,
karena kanker tulang yang diderita di kakinya. Secara mengejutkan terjadi di rumah
sakit, Nuzula tiba-tiba datang. Disitu Nuzula menceritakan secara panjang lebar
serta membawa surat wasiat dari sang ayah Kyai Arselan. Pengakuan Nuzula
membuat Fahmi tersentuh dan air matanya meleleh, dan merekapun kembali menjadi
suami isteri.
0 comments:
Post a Comment