Jigsaw Learning
1. Pengertian
Jigsaw Learning
Jigsaw Learning dapat
diartikan sebagai sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerjasama dengan sesama peserta didik dalam kelompok untuk
mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.[1]
Guru diharapkan
mampu menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
diajarkan. Model Jigsaw Learning yang penuh dengan bentuk aktivitas
peserta didik tentunya menekankan pentingnya peserta didik membangun sendiri
pengetahuan mereka dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih
diwarnai student centered daripada teacher centered, arah
pembelajaran tidak hanya berasal dari guru tetapi peserta didik juga dapat
belajar dengan sesamanya. Selain itu, peserta didik tidak hanya mempelajari
materi saja tetapi juga keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini
berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas yang dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antaranggota kelompok selama kegiatan
pembelajaran.
Teknik mengajar Jigsaw
dikembangkan oleh Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, kemudian
diadaptasi oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins.
Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara.
Dalam teknik ini guru memperhatikan latar belakang pengalaman peserta didik dan
membantu peserta didik aktif dalam belajar.[2]
Model
pembelajaran Jigsaw Learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dalam pembelajaran Jigsaw Learning yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan
prosedur model Jigsaw Learning dengan benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai.
MI Miftahul
Mubtadi’in merupakan salah satu sekolah dasar yang selalu berusaha meningkatkan
prestasi hasil belajar peserta didiknya. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu
dengan menerapkan berbagai model pembelajaran, yang bertujuan meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, sehingga hasil evaluasi
belajarnya lebih baik. Berdasarkan latar belakang diatas, mendorong peneliti
untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh model
pembelajaran Jigsaw Learning terhadap hasil belajar.
Wina Sanjaya,
juga menuliskan pengertian Jigsaw Learning atau pembelajaran kooperatif
dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, yaitu: Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras atau suku yang heterogen.[3]
Pembelajaran
kooperatif mengacu pada berbagai macam metode pengajaran dimana para peserta
didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam
mempelajari materi pelajaran. Selain itu, alur proses belajar tidak harus
berasal dari guru menuju peserta didik. Peserta didik bisa juga saling mengajar
dengan sesama peserta didik lainnya.
Dari beberapa
penjelasan tersebut, Jigsaw Learning dapat diartikan sebagai model
pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan atau tim kecil, antara empat
sampai enam orang yang mempunyai latar belakang berbeda untuk bekerjasama
dengan sesama peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
Jigsaw didesain
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompok yang lain. Dengan demikian, “siswa saling
tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan”.
Pada model
pembelajaran tipe Jigsaw terdapat kelompok asli dan kelompok ahli.
Kelompok asli yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal
merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan
untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal.
2. Ciri-ciri
Jigsaw Learning
Kebanyakan
pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok
dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Bilamana
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, jenis kelamin berbeda beda.
d. Penghargaan
lebih berorientasi kelompok dari pada individu.[4]
3. Model-model
Jigsaw Learning
Dalam
pembelajaran Jigsaw Learning terdapat dua pengelompokkan, yaitu :
a. Kelompok
jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam kelompok tersebut hanya
pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental.
b. Kelompok
jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu bukan hanya pada saat
itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode tertentu sesuai dengan tugas atau
masalah yang akan dipecahkan.[5]
4. Langkah-langkah
Jigsaw Learning
Langkah-langkah
melaksanakan teknik Jigsaw dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan segmen yang ada.
b. Sebelum
bahan pelajaran dibagikan guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan
dibahas.
c. Guru
membagi materi yang berbeda pada setiap kelompok untuk dipelajari, didiskusikan
dan dipahami.
d. Setelah
selesai, setiap kelompok mengutus delegasi kekelompok lain untuk menjelaskan
materi yang telah dipelajari dan didiskusikan.
e. Guru
mengembalikan suasana kelas seperti semula kemudian menanyakan seandainya ada
persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
f. Guru
memberikan pertanyaan pada peserta didik untuk mengecek pemahaman mereka
terhadap materi yang telah dipelajari.
g. Guru
melakukan kesimpulan, klarifikasi dan tindak lanjut.[6]
[1] Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan
Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2005),
Cet. 1, hlm. 12.
[3]
Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi Pertama,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Cet. 3, hlm. 241.
[4]
Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran
Kooperatif, ( Surabaya: University Press, 2000), hlm. 7.
[5]
Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), Cet. X, hlm.
83.
[6] Ismail SM, Strategfi Pembelajaran Agama Islam
Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, Cet. IV. 2009). hlm. 83.
0 comments:
Post a Comment