Keberhasilan Belajar
Siswa
A.
Pengertian Keberhasilan Belajar
Sebelum masuk pada pengertian
keberhasilan belajar, maka peneliti terlebih dahulu akan membahas tentang pengertian
belajar. Konsep belajar menurut UNESCO, menuntu setiap satuan pendidikan untuk
dapat mengembangkan empat pilar pendidikan baik untuk sekarang dan masa depan,
yaitu: (1) learning to know (belajar
untuk mengetahui), (2) learning to do
(belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini peserta didik dituntut untuk terampil
dalam melakukan sesuatu, (3) learning to
be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan
bersama).
Bambang Warsita (2008: 62), belajar
selalu dikaitkan dengan suatu upaya atau proses perubahan perilaku seseorang
sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada
di sekitarnya. Perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap (afektif), dan nilai (value).
Hal yang sama dikemukakan oleh Nana
Sudjana (1989: 5) bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar
mengajar tersebut dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang
belajar.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2002:
68), belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada seseorang
yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, yang asalnya tidak mempunyai keterampilan
menjadi mempunyai keterampilan, dan yang asalnya tidak dapat mengerjakan
sesuatu menjadi bisa mengerjakan sesuatu yang semuanya itu merupakan hasil dari
pengalaman atau interaksi dengan lingkungan yang dilakukan secara sengaja.
Dengan demikian, perubahan-perubahan yang terjadi pada peserta didik sebagai
akibat dari proses belajar mengajar tersebut merupakan hasil dari belajar atau
dengan kata lain disebut hasil belajar.
Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (2001: 26) mengatakan bahwa keberhasilan
belajar dapat diukur dengan perubahan, karena keberhasilan suatu program
pembelajaran dapat diukur berdasarkan perbedaan cara berpikir, merasa, berbuat
sebelum dan berbuat sesudah memperoleh pengalaman belajar dalam menghadapi
situasi yang serupa.
Selanjutnya Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain (2006: 105) menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar tentang
suatu bahan pengajaran dapat dikatakan berhasil apabila Tujuan Instruksional
Khusus (TIK)-nya dapat dicapai oleh peserta didik. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa keberhasilan belajar merupakan kecakapan dari suatu usaha
atau latihan pengalaman dalam bentuk perubahan tingkah laku yang mengandung
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap (afektif) serta
nilai-nilai yang konstruktif (value).
B.
Indikator Keberhasilan Belajar
Keberhasilan belajar merupakan prestasi
peserta didik yang dicapai dalam proses belajar mengajar. Untuk mengatahui
keberhasilan belajar tersebut terdapat beberapa indikator yang dapat dijasikan
petunjuk bahwa proses belajar mengajar tersebut dianggap berhasil atau tidak.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(2006: 106) mengemukakan bahwa indikator keberhasilan belajar, di antaranya
yaitu: (1) daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai
prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok, dan (2) perilaku yang
digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai
oleh peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
Lebih lanjut Zaenal Arifin (2009: 298)
menyatakan bahwa indikator keberhasilan belajar dapat dilihat dari berbagai
jenis perbuatan atau pembentukan tingkah laku peserta didik. Jenis tingkah laku
itu di antaranya adalah: (1) kebiasaan, yaitu cara bertindak yang dimiliki
peserta didik dan diperoleh melalui belajar, (2) keterampilan, yaitu perbuatan
atau tingkah laku yang tampak sebagai akibat kegiatan otot dan digerakkan serta
dikoordinasikan oleh sistem saraf, (3) akumulasi persepsi, yaitu berbagai
persepsi yang diperoleh peserta didik melalui belajar, seperti pengenalan
simbol, angka dan pengertian, (4) asosiasi dan hafalan, yaitu seperangkat
ingatan mengenai seseuatu sebagai hasil dari penguatan melalui asosiasi, baik
asosiasi yang disengaja atau wajar maupun asosiasi tiruan, (5) pemahaman dan
konsep, yaitu jenis hasil belajar yang diperoleh melalui kegiatan belajar
secara rasional, (6) sikap, yaitu pemahaman, perasaan, dan kecenderungan berperilaku
peserta didik terhadap sesuatu, (7) nilai, yaitu tolak ukur untuk membedakan
antara yang baik dengan yang kurang baik, serta (8) moral dan agama, moral
merupakan penerapan nilai-nilai dalam kaitannya dengan kehidupan sesama
manusia, sedangkan agama adalah penerapan nilai-nilai yang trasedental dan
ghaib (konsep tuhan dan keimanan).
Berdasarkan uraian di atas, maka
indikator keberhasilan belajar peserta didik dapat diketahui dari kemampuan
daya serap peserta didik terhadap bahan pengajaran yang telah diajarkan serta
dari perbuatan atau tingkah laku yang telah digariskan dalam tujuan
pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik, baik secara indvidual maupun
kelompok.
C.
Penilaian Keberhasilan Belajar
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan
belajar peserta didik dapat dilakukan menggunakan tes prestasi belajar
(Djamarah, 2006: 106). Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan
dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuruan, yang didalamnya terdapat
berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan
atau dijawab oleh peserta didik guna mengukur aspek perilaku peserta didik
(Arifin, 2009: 118)
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(2006: 106), berpendapat bahwa tes prestasi belajar yang dapat digunakan
sebagai penilaian keberhasilan peserta didik, yaitu: (1) tes formatif, (2) tes
subsumatif, dan (3) tes sumatif. Tes prestasi belajar tersebut secara sederhana
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tes
formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencapai umpan balik (feed back), yang selanjutnya hasil
penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar
yang sedang atau yang sudah dilakukan. Jadi, penilaian formatif tidak hanya berbentuk
tes tulis dan hanya dilakukan pada setiap akhir pelajaran, tetapi dapat pula
berbentuk pertanyaan-pertanyaan lisan atau tugas-tugas yang diberikan selama
pelajaran berlangsung atau sesudah pelajaran selesai.
b. Tes
subsumatif, adalah penilaian yang meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu
yang telah diajar pada waktu tertentu. Tujuannya dalah untuk memperoleh
gambaran daya serap peserta didik untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar
pesrta didik. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
c. Tes
sumatif, penilaian yang dilakukan untuk memperolah data atau informasi untuk
memperoleh data atau informasi sampai di mana penguasaan atau pencapaian belajar peserta didik terhadap
bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu. Adapun
fungsi dan tujuannya ialah untuk menentukan apakah dengan nilai yang
diperolehnya itu peserta didik dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus.
Pengertian lulus atau tidak lulus di sini dapat berati: tidak dapatnya peserta
didik melanjutkan ke modul berikutnya, tidak dapatnya peserta didik nmengikuti
pelajaran pada semester berikutnya, tidak dapatnya peserta didik dinaikkan ke
kelas yang lebih tinggi, serta tidak dapatnya peserta didik dinyatakan
lulus/tamat dari sekolah yang bersangkutan.
Sejalan dengan itu Zaenal Arifin (2009:
20) berpendapat bahwa untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik dapat
digunakan tes hasil belajar, yang digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) tes
formatif, yaitu penilaian yang yang digunakan untuk mengukur suatu atau
beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
daya serap peserta didik terhadap pokok bahasan tersebut, dan (2) tes sumatif,
yaitu tes yang diadakan untuk mengukur daya serap peserta didik terhadap bahan
pokok-pokok yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun
pelajaran yang tujuannnya untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan
belajar peserta didik dalam sautu periode belajar tertentu.
Pengukuran keberhasilan belajar dengan
menggunakan tes hasil belajar hanya dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan
teoritis. Sedangkan menurut Zaenal Arifin (2009: 152) untuk mengukur aspek
keterampilan digunakan tes perbuatan, serta perubahan sikap dan pertumbuhan
peserta didik dalam psikologi diukur dengan teknik non tes.
Lebih lanjut Zaenal Arifin (2009: 152)
mengatakan bahwa teknik non tes dapat diaplikasikasn dengan berbagain cara,
diantaranya adalah: (1) observasi (observation)
yaitu suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu, (2)
wawancara (interview) merupakan salah
satu bentuk alat evaluasi jenis non tes yang dilakukan melalui percakapan dan
tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik,
(3) skala sikap (attitude scale)
yaitu bentuk penilaian non tes yang dilakukan dnegan cara peserta didik memilih pernyataan-pernyaat
positif dan negatif, (4) dafar cek (check
list) adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan
diamati, (5) skala penilaian (rating
scale) adalah daftar cek penilaian non tes yang penilainya hanay dapat
mencatat ada tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam skala
penilaian fenomena-fenomena yang akan dinilai itu disusun dalam
tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan, (6) angket (quetioner) adalah alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau
infoermasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal, (7) studi kasus (case study) adalah studi yang mendalam
dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau sekoalh yang memiliki kasus
tertentu, (8) catatan insidental (anecdotal
records) adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa
sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan, (9) sosiometri adalah
suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai batas tertentu dapat
mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman
sebayanya serta hubungan di antara mereka, dan (10) inventori kepribadian
adalah alat penilaian non tes yang hampir serupa dengan tes kepribadian,
bedanya pada inventori jawaban peserta didik tidak memakai kriteria benar
salah, melainkan jawaban peserta didik dikatakan benar selama dia menyatakan
yang sesungguhnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahawa keberhasilan belajar peserta didik dapat dinilai
dengan tiga cara, yakni (1) tes untuk mengukur aspek kognitif, (2) tes
perbuatan untuk untuk mengukur aspek keterampilan, dan (3) non tes untuk
mengukur perubahan sikap dan pertumbuhan peserta didik dalam psikologi.
D.
Tingkat Keberhasilan Belajar
Setiap proses belajar mengajar selalu
menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat mana
prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal ini, Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 107) membagi tingkat atau taraf
keberhasilan belajar menjadi tiga macam, yaitu: (1) istimewa/maksimal yaitu
apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh peserta
didik, (2) baik sekali/optimal yaitu apabila sebagian besar (76% - 99%) bahan
pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh peserta didik, (3) baik/minimal
yaitu apabila bahan yang diajarkan hanya 60% - 75% saja yang dikuasai peserta
didik, dan (4) kurang yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari
60% dikuasai oleh peserta didik.
Dengan melihat data yang terdapat dalam
format daya serap peserta didik dalam pelajaran dan persentase keberhasilan
peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional khusu tersebut, dapatlah
diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan oleh
peserta didik dengan guru.
Pengukuran tentang taraf atau
peningkatan keberhasilan proses belajar mengajar berperan sangat penting. Oleh
karena itu, pengukuran harus benar-benar sahih (valid), andal (reliabel),
dan lugas (objective).Taraf atau tingkat
keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya.
Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses belajar mengajar itu
sendiri, seperti pelaksanaan pembelajaran remedial.
Pembelajaran remedial merupakan kelanjutan
dari pembelajaran biasa atau reguler di kelas. Hanya saja, peserta didik yang
masuk dalam kelompok ini dalah peserta didik yang memerlukan pembelajaran
tambahan. Dengan kata lain, peserta didik yang dimaksud adalah peserta didik
yang belum tuntas belajar (Arifin, 2009: 304). Menurut Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zain (2006: 108) pelaksaan pembelajaran remedial dilaksanakan apabila
75% atau lebih dari jumlah peserta didik yang mengikuti proses belajar mengajar
mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal).
Brerdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan belajar peserta didik dapat diketahui
dari persentase jumlah peserta didik yang memiliki nilai di atas standar
ketuntas belajar minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah.
E.
Aspek-aspek Keberhasilan Belajar
Tujuan pemebelajaran yang ingin dicapai
dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan
intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan siakp dan nilai), serta bidang
psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiga aspek
tersebut tidak bisa berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat terpisahkan, bahkan membentuk hubungan yang hirarki. Sebagai tujuan yang
hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar peserta didik di
sekolah. Oleh sebab itu, ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai hasil
belajar peserta didik dari proses pembelajaran. Hasil belajar tersebut nampak
dalam perubahan tingkah laku, yang secara teknik dirumuskan dalam sebuah
pernyataan verbal melalui tujuan pembelajaran (tujuan intruksional khusus).
Dengan perkataan lain, rumusan tujuan pembelajaran berisikan hasil belajar yang
diharapkan dikuasai siswa yang mencakup ketiga aspek tersebut.
Nana Sudjana (2011: 50) mengungkapkan
bahwa pengelompokkan aspek keberhasilan peserta didik menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Aspek kognitif
Aspek kognitif adalah keterampilan yang
ditandai dengan kreativitas, kelincahan berpikir, dan memecahkan masalah. Aspek
kognitif menuut Bloom memiliki enam taraf berpikir yang meliputi pengetahuan
(taraf yang paling rendah) sampai dengan evaluasi (taraf yang paling tinggi).
Hal yang sama dikemukakan oleh Alex Shiran (2008: 17) bahwa pembagian aspek
kognitif meliputi enam tingkatan pikiran yang digambarkan pada bagan berikut
ini:
a.
Aspek pengetahuan (knowledge)
Aspek pengetahuan mencakup berbagai hal,
baik khusu maupun umu, hal-hal yang bersifat faktual, di samping pengetahuan
yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti metode, proses, struktur,
batasan, peristilahan, pasal, hukum, dan lain sebagainya.
Ciri utama taraf ini adalah ingatan.
Untuk memperoleh dan menguasai pengetahuan dengan baik, peserta didik perlu
mengingat dan menghafal. Cara yang dapat digunakan ialah dengan mengulang-ulang
dengan menggunakan teknik mengingat memo, teknik yang lazim disebeut jembatan
keledai. Namun, dalam rangka hasil belajar, pengetahuan hampir tidak menuntut
lebih dari sekedar engingat kembali suatu bahan tertentu.
b.
Aspek pemahaman (comprehention)
Pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari
pengetahuan yang sekedar bersifat hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan
menangkap makna dari suatu konsep. Oleh karena itu, diperlukan adanya hubungan
antara konsep dan makna yang ada di dalamnya.
Nana Sudjana (2011: 51) mengatakan bahwa
pemahaman dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: (1) penerjemahan, yakni
kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalam suatu objek. Misalnya,
menerjemahkan kalimat bahasa Arab atau ayat Alquran ke dalam bahasa Indonesia,
serta (2) penafsiran, seperti menafsirkan grafik, menghubungkan dua konsep yang
berbeda, serta membedakan yang pokok dan bukan yang pokok.
c.
Aspek penerapan (aplikasi)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan
dan mengabstraksi suatu konsep, ide, hukum, rumus dalam situasi yang baru.
Misalnya, memecahkan permasalahan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan
suatu hukum atau dalil dalam suatu persoalan. Jadi, dalam aplikasi harus ada
konsep, teori, hukum, rumus, dan dalil.
d.
Aspek analisis
analisis adalah kesanggupan mengurai
suatu integritas (kesatuan yang uth) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang
mempunyai arti, sehingga hirarkinya menjadi jelas. Analisis sepertti ini
menunjukkan bagaimana ide di susun.
Analisis merupakan tipe hasil belajar
yang kompleks, yang memanfaatkan hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan,
pengalaman, dan aplikasi. Kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsur
analisis. Dengan demikian, kemampuan analisis seseorang akan mampu mengkreasi
sesuatu yang baru.
e.
Aspek sintesis
Sintesis adalah lawan dari analisis.
Kalau analisis menekankan kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi
unsur-unsur yang bermakna, maka sintesis menekankan pada kesanggupan menyatakan
unsur-unsur menjadi satu integritas. Dengan kata lain, sintesis merupakan tipe
hasil belajar dalam bentuk kegiatan menghubungkan potongan-potongan,
bagian-bagian, unsur-unsur, dan sebagainya sehingga menjadi satu pola atau
struktur yang sebelumnya tidak tampak jelas.
f.
Aspek evaluasi
evaluasi adalah kesanggupan memberikan
keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan kriteria yang dipakainya. Tipe
hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi dan terkandung semau tipe hasil
belajar yang telah dijelaskan sebelumnya dalam tipe hasil belajar evaluasi, menekankan
pada pada pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya,
dengan menggunakan kriteria tertentu.
2. Aspek afektif
Aspek afektif berkenaan dengan
sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahan-perubahannya, bila seseorang telah menguasai aspek
kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil belajar aspek afektif tampak pada peserta
didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: atensi/perhatian terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, dan lain-lain. Hasil belajar aspek
afektif dapat digambarkan sebagi berikut ini:
Hasil belajar aspek afektif di atas,
dapat di uraikan sebagai berikut:
a. Receiving/attending, yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang pada peserta didik, baik dalam bentuk masalah
situasi atau gejala. Dalam aspek ini termasuk kesadaran, keinginan untuk
menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b. Responding (jawaban), yaitu reaksi yang diberikan seseorang
terhadap stimulus yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang pada
dirinya.
c. Valuing (menghayati nilai), yaitu berkenaan dengan nilai dan
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tersebut. Dalam evaluasi ini termasuk
di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk
menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d. Organisasi, yaitu pengembangan
nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai
dengan nilai lain dan kemantapan, serta prioritas nilai yang telah dimilkinya.
Yang termasuk dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi dari pada
sistem nilai.
e. Internalisasi nilai atau
internalisasi nilai, yaitu keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di
sini termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
3. Aspek psikomotor
Aspek psikomotor adalah aspek yang
menyangkut tentang keterampilan atau sering disebut dengan keahlian (skill). Dalam aspek ini Bloom tidak
merinci secara jelas seperti aspek kognitif dan afektif. Lebih lanjut Simpson
dalam Nasution (2001: 57) mengemukakan bahwa ada lima aspek dalam pengembangan
keterampilan, mulai dari aspek yang sederhana sampai kepada aspek yang rumit,
yaitu: persepsi, kesediaan bertindak, menirukan dan mencoba, serta gerak
mekanik dan gerak kompleks.
Sejalan dengan hal itu, Alex Shiran
(2006: 17) menguraikan hasil belajar aspek psikomotor dalam berbagai taraf
sebagai berikut ini:
a. Persepsi; taraf pertama dalam
melakukan kegiatan yang bersifat motorik ialah menyadari tentang objek-objek, sifat,
atau hubungan-hubungan melalui alat inedera. Taraf ini mencakup kemampuan
menafsirkan rangsangan.
b. Kesiapan, pada taraf ini
terdapat kesiapan untuk melakukan suatu tindakan atau untuk bereaksi terhadap
suatu kejadian, dengan cara-cara tertentu. Kesiapan mencakup tiga aspek, yaitu:
intelektual, fisik, dan emosional. Karena pada taraf ini terlihat tindakan
seseorang, bahwa ia sedang berkonsentrasi dan menyiapkan diri secara fisik dan
mental.
c. Gerakan terbimbing, taraf ini
merupakan permulaan pengembangan keterampilan motorik, yang ditekankan adalah
yang merupakan kemampuan dari keterampilan yang lebih kompleks. Gerak
terbimbing adalah perbuatan individu lain yang memberi contoh. Umpamanya
seorang anak yang ikut menyapu halaman bersama orang tuanya.
d. Gerakan terbiasa, gerak pada
taraf ini peserta didik sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit terampil
dalam melakukan suatu perbuatan. Di dalam dirinya sudah terbentuk suatu
kebiasaan untuk memberi respon sesuai dengan jenis-jenis perangsang dan situasi
yang dihadapinya. Jadi, peserta didik sudah berpegang pada suatu pola tertentu.
e. Gerakan kompleks, pada taraf ini
peserta didik melakukan perbuatan motorik yang kompleks, karena pola gerakan
yang dituntut memang sudah kompleks. Perbuatan tersebut dapat dilakukan secara
lancar, luwes, gesit, supel, atau lincah dengan menggunakan tenaga dan waktu
yang sedikit mungkin.
Aspek-aspek hasil belajar yang telah
diuraikan di atas sebenarrnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan
satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat
kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan
perilakunya. Carl Rogers dalam Nana Sudjana (2011: 54) berpendapat bahwa
seseorang yang telah telah menguasai tingkat kognitif maka perilaku orang
tersebut sudah bisa diramalkan. Dengan demikian, ketiga aspek hasil belajar di
atas saling terkait dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
A.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Belajar
Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia
tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru yang sudah
putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil setiap guru tidak
ingin berhasil dalam mengajar, apalagi jika guru itu hadir ke dalam dunia
pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan jiwanya pasti merintih
akan kegagalan mendidik dan membina peserta didiknya.
Betapa tingginya nilai suatu
keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan pikiran
mempersiapkan program pengajarannya denga baik dan sitematik. Namun, terkadang
keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemuinya, yang
disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika
keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu yang menjadi
pendukungnya.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswin Zain
(2006:109) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar peserta didik di antaranya yaitu: tujuan, guru, peserta didik, kegiatan
pembelajaran, bahan dan alat evaluasi, serta suasana evaluasi. Secara sederhana
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik diuraikan
sebagai berikut:
a.
Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai
sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari
proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan
pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.
Sedikit banyak perumusan judul akan
mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung
guru mempengaruhi kegiatan belajara peserta didik. Guru dengan sengaja
menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika kegiatan belajar peserta
didik dan kegiatan guru mengajar bertentangan, dengan sendirinya tujuan
pengajaran pun gagal untuk dicapai.
b.
Guru
Setiap guru mempunyai
kepribadianmasing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka
menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa
dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk mengantar
peserya didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkpribadian. Dari
kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika
melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Selain itu, Pandangan guru terhadap
peserta didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar di kelas. Guru yang memandang
anak sebagai makhluk individual dengan segala perbedaan dan persamaannya, akan
berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk sosial. Perbedaan
pandangan dalam memandang peserta didik akan melahirkan pendekatan yang berbeda
pula, dan hasil belajar menagajarnya pun berlainan.
c.
Peserta didik
Tanggung jawab guru tidak hanya terhadap
seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah
cukup banyak itu tentu saja dari latar belakang kehidupan sosial keluarga dan
masyarakat yang berlainan. Karenanya, anak-anak berkumpul di sekolah pun
mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. Kepribadian mereka ada yang
pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang kreatif, ada yang
keras kepala, ada yang manja, dan sebagainya. Intelektual mereka juga dengan
tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis mereka dengan struktur atau
keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada aspek
biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi hasil kegiatan belajar
mengajar.
d.
Kegiatan pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar,
pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang
bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individu, mislanya berusaha
memahami anak didik sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan
perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak
didik sebagai makhluk sosial. Dari kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan
belajar mengajar yang berlainan, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar
yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan
hasil belajar mengajar yang lebih baik.
e.
Bahan dan alat evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang
terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna
kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran itu sudah dikemas dalam bentuk
buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap anak didik dan guru wajib
mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan keberhasilan kegaiatan belajar
mengajar di kelas.
Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang
telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan
sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuatnya
dengan perencanaan yang sistematis dengan penggunaan alat evaluasi. Alat-alat
evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice),
tetapi juga menjodohkan (matching),
melengkapi (completion), dan essay.
f.
Suasana evaluasi
Selain faktor tujuan, guru, peserta
didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat evaluasi, faktor suasana
evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.
Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Kelas I, kelas II,
dan kelas III dikmupulkan menurut tingkatan masing-masin. Besar kecilnya jumlah
anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasana evaluasi
yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain dari kegaiatan
menelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksud untuk
mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa, keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya adalah
tujuan, guru, peserta didik, kegiatan pembelajaran, bahan dan alat evaluasi,
serta suasana evaluasi. Dari beberpa faktor tersbut tidaklah berdiri sendiri,
akan tetapi membentuk suatu kesatuan guna mencapai keberhasilan belajar yang
tinggi.
min tolong daftar pustakanya dong
ReplyDeletebagus
ReplyDeleteGan kalau boleh kasih tahu daftar pustakanya
ReplyDeleteASSALAMU ALAIKUM.WR.WB..SAYA TERMASUK ORANG YANG GEMAR BERMAIN TOGEL,SETELAH SEKIAN LAMANYA SAYA BERMAIN TOGEL AKHIRNYA SAYA MENEMUKAN NOMOR SEORANG PERAMAL TOGEL YANG TERKENAL KEAHLIANNYA DI SELURUH DUNIA,NAMANYA (AKI SAKTI ). DAN SAYA BENAR BENAR TIDAK PERCAYA DAN HAMPIR PINSANG KARNA KEMARIN ANGKA GHOIB YANG DIBERIKAN OLEH AKI 4D DI PUTARAN SGP YAITU 8240 TERNYATA BETUL-BETUL TEMBUS. PADAHAL,AWALNYA SAYA CUMA COBA COBA MENELPON DAN SAYA MEMBERITAHUKAN SEMUA KELUHAN SAYA KEPADA AKI SAKTI DISITULAH ALHAMDULILLAH AKI SAKTI TELAH MEMBERIKAN SAYA SOLUSI YANG SANGAT TEPAT DAN DIA MEMBERIKAN ANGKA YANG BEGITU TEPAT..,MULANYA SAYA RAGU TAPI DENGAN PENUH SEMANGAT ANGKA YANG DIBERIKAN AKI ITU SAYA PASANG DAN SYUKUR ALHAMDULILLAH BERHASIL SAYA JACKPOT DAPAT 550.JUTA,DAN BETAPA BAHAGIANYA SAYA BERSUJUD-SUJUD SAMBIL BERKATA ALLAHU AKBAR…..ALLAHU AKBAR….ALLAHU AKBAR….SEKALI LAGI MAKASIH BANYAK YAA AKI,SAYA TIDAK AKAN LUPA BANTUAN DAN BUDI BAIK AKI, BAGI ANDA SAUDARAH-SAUDARAH YANG INGIN MERUBAH NASIB SEPERTI SAYA TERUTAMA YANG PUNYA HUTANG SUDAH LAMA BELUM TERLUNASI SILAHKAN HUBUNGI AKI SAKTI DI NOMOR HP: 085_242_421_477
ReplyDeleteBUTUH ANGKA GHOIB HASIL RTUAL AKI SAKTI .
angka;GHOIB: singapura
angka;GHOIB: hongkong
angka;GHOIB; malaysia
angka;GHOIB; toto magnum
angka”GHOIB; laos…
angka”GHOIB; macau
angka”GHOIB; sidney
angka”GHOIB: vietnam
angka”GHOIB: korea
angka”GHOIB: brunei
angka”GHOIB: china
angka”GHOIB: thailand
ka maaf boleh tahu daftar pustakanya?
ReplyDeleteThank you for giving us the knowledge of what you have described. do not forget to visit our website :
ReplyDeleteDaftar Informasi Judi Bola
Poker Online
Judi Poker Online
JayapokerQQ
Afapoker99
Ganool
Nonton Movie
Bandar Togel