MATH-DAKON: BELAJAR SAMBIL MELESTARIKAN KEBUDAYAAN
Sejak diberlakukannya kurikulum 2013 mulai tahun pelajaran
2013/2014, kurikulum ini penuh dengan kontroversi. Salah satunya diakibatkan
karena sistem penilaiannya yang sangat rumit. Kenapa tidak?. Misalnya pada
kelas 4, Tema 1, Subtema 1, pembelajaran 1, pada pembelajaran ini guru dalam
satu hari harus mengantongi sebanyak 5 nilai, yakni nilai muatan Bahasa
Indonesia untuk membuat peta pikiran, muatan PPKn dan IPS untuk sikap
menunjukkkan keberagaman, Muatan SBdP untuk menyanyi, penilaian diskusi, dan
penilaian sikap.
Terlepas dari penilaian, satu yang menarik dari kurikulum 2013
adalah landasan diberlakukannya yaitu landasan fisolofis. Landasan filosofis
merupakan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia
Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan hal tersebut, menurut Permendikbud RI No. 57 Tahun
2014, kurikulum 2013 di antaranya dikembangkan dengan cara: (1) Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan
bangsa masa kini dan masa mendatang, dan (2) Peserta
didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif.
Berdasarkan pada landasan tersebut, seorang guru harus bisa menjadi
fasilitator dalam pembelajaran guna melestarikan kebudayaan bangsa. Bangsa
Indonesia sangat kaya akan budaya, mulai dari lagu, tari, pakaian adat, alat
musik, makanan, hingga permainan.
Permainan tradisional merupakan salah satu yang perlu diperkenalkan
kepada peserta didik guna melestarikannya, karena banyak peserta didik kita
sekarang yang lebih mengenal permainan modern dibangdingkan dengan permainan
tradisional, seperti Play Station, PSP, Game online, dan sebagainya.
Salah satu cara utuk memperkenalkan peserta didik dengan permainan
tradisional adalah dengan cara menghadirkan dalam kegiatan pembelajaran yang
tentunya bisa di modifikasi. Salah satu contohnya adalah Math-Dakon yang
dikaitkan dengan materi pembelajaran KPK dan FPB.
Math-Dakon merupakan dakon atau congklak yang telah dimodifikasi
baik dari papan dakon, biji dakon, maupun aturan permainannya. Modifikasi ini
bertujuan agar permainan dakon dapat dijadikan suatu metode pembelajaran yang
efektif untuk mengajarkan KPK dan FPB.
Adapun bentuk Math-Dakon adalah sebagai berikut:
Bentuk Math-Dakon terdiri atas 3 lajur, dan setiap lajur terdiri
atas 10 lubang. Selain itu untuk biji Math-dakon berbentuk lingkaran-lingkaran
kecil yang bertuliskan angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
Sebagai contoh penggunaan cara bermain Math-Dakon dalam penentuan
FPB sebagai berikut:
Misal: Tentukan FPB dari 24, 48, dan 60.
Himpunan faktor dari:
24 =
{1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24}
48 =
{1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 16, 24, 48}
60 = {
1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, 30, 60}
1.
Meletakkan
biji dakon yang bertuliskan nol (0) pada masing-masing lubang sesuai dengan
faktor dari masing-masing bilangan untuk faktor antara 1 – 10.
-
Lajur
lubang kesatu untuk faktor bilangan 24
-
Lajur
lubang kesatu untuk faktor bilangan 48
-
Lajur
lubang kesatu untuk faktor bilangan 60
2.
Meletakkan
biji dakon yang bertuliskan satu (1) untuk faktor dari masing-masing bilangan untuk
faktor 11-20.
3.
Meletakkan
biji dakon yang bertuliskan dua (2) untuk faktor dari masing-masing bilangan
untuk faktor 21-30.
4.
Meletakkan
biji dakon yang bertuliskan satu (3) untuk faktor dari masing-masing bilangan
untuk faktor 31-40.
5.
Meletakkan
biji dakon yang bertuliskan empat (4) pada lajur nomor 8 untuk faktor 48, dan
meletakkan biji dakon yang bertuliskan lima (5) pada lajur nomor 10 untuk
faktor 60.
6.
Setelah
selesai meletakkan biji dakon pada masing-masing faktor bilangan. Nilai FPB
dapat dilihat dari lubang angka yang terbesar yang memiliki biji dakon yang
bertuliskan sama.
Selain untuk pemahaman
konsep FPB, Math-Dakon juga dapat digunakan untuk pemahaman konsep KPK.
Dengan menggunakan Math-Dakon dalam pembelajaran, selain dapat untuk menanamkan
konsep KPK dan FPB, penggunaan Math-Dakon dalam pembelajaran matematika
merupakan upaya untuk memperkenalkan dan melestarikan permain tradisional dakon
yang mulai ditinggalkan oleh peserta didik.
0 comments:
Post a Comment