Pendidikan
Seks Cegah Seks Bebas
Dewasa ini, tanah air kita
mengalami banyak peningkatan, peningkatannyapun bermacam-macam dan muncul dari
berbagai sisi, mulai dari masalah perekonomian, pendidikan, pemerintahan,
sampai gaya hidup warga negara kita yang mengalami peningkatan, baik itu
meningkat ke arah positif atau negatif.
Tidak dapat dipungkiri lagi,
meningkatnya gaya hidup para kaum elit dengan dompet yang “beresolusi tinggi”
telah memakmurkan pub-pub dan mall-mall di kota-kota besar. Budaya shopping dan gaya hidup berlebihan dari
keluarga dengan ekonomi mumpuni membuat orang-orang dengan ekonomi biasa atau
malah terlalu biasa hanya bisa gigit jari, bagi orang yang cukup lapang mungkin
dapat menerima keadaan meskipun harus dengan menahan air ludah, tetapi siapapun
di dunia ini tahu bahwa perbedaan adalah suatu keniscayaan, dan tidak semua
orang menyikapi hal itu dengan berlapang dada, karena tidak sedikit yang merasa
sakit hati dengan hasilnya. Dan tidak sedikit yang ingin menyamai kaum elit,
namun dengan cara yang cukup ekstrem dan target dari rasa iri itu mayoritasnya
adalah remaja.
Di tengah gemerlapnya dunia remaja
yang kini semakin meremang-remang adalah budaya free sex, sebagai contoh ironis manifestasi dari gaya hidup
metropolis yang telah mewabah ke perkampungan dan desa-desa, untuk seorang
wanita menjadi “piala bergilir” atas nama ‘anak gaul” bukan lagi hal memalukan
dengan catatan ASTIMIL (Asal Tidak Hamil).
Di barat, seks sebelum nikah sudah
sangat lumrah sekali. Jika seorang dari mereka bertanya pada temannya, maka
pertanyaannya bukan lagi pertanyaan “apakah kamu sudah melakukan seks?”,
melainkan “sudah berapa kali kamu melakukan seks?’. Sekarang bukan lagi hanya di
barat, negara-negara Asia termasuk Indonesia dengan jumlah muslim terbanyak
ikul terkena virus westrenisasi semacam itu. Seorang gadis rela direnggut
virginitasnya oleh sang pacar, penyebab utamanya adalah dari acara-acara
televisi dan internet yang makin lama dijadikan tuntunan mereka, dan salah satu
penyebabnya adalah larinya perempuan dari kodrat sebagai “Imroatu al-sholiha” yang sesungguhnya. Jadi tidak heran lagi,
kebobrokan moralitas barat yang kita saksikan di jaman jahiliyah modern ini.
Karena itu sebaiknya orang tua
memberi pendidikan seks (sex education) pada anak usia dini secara bertahap
sesuai usia dan perkembangan anak dan remaja, yang tujuannya adalah menjelaskan
perbedaan serta fungsi alat-alat reproduksi laki-laki dan perempuan dalam
berbagai tahapan kehidupan manusia. Selain itu, anak juga perlu diberi
pemahaman tentang hubungan seks yang sehat, manfaat, kerugian, serta bahaya
hubungan seks bila tidak dikendalikan atau disalahgunakan.
Pendidikan seks yang diberikan
secara efektif, menurut Heru Tjahyono (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Nusa Cendana) dari segi kesehatan sangat besar manfaatnya, karena dapat
mencegah hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya, seperti: kehamilan yang
tidak diinginkan, aborsi, penularan penyakit infeksi seksual, dan
penyalahgunaan NAPZA.
Menurut data Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), setiap tahun terjadi 2,6 juta aborsi,
artinya secara rata-rata setiap jam terjadi paling sedikit 296 kasus aborsi di
Indonesia dan 20 persen pelaku aborsi adalah remaja.
Melihat angka yang sebegitubesarnya
mengenai kasus aborsi yang terjadi di Indonesia, dirasa sangat efektif dan
efisien apabila pendidikan seks dilakukan sejak dini, agar anak paham dan bisa
bertanggung jawab atas penggunaan seksualitas yang merupakan anugerah dari
Tuhan.
Persoalannya sekarang, seberapa
banyakkah dari para orang tua di negeri ini menyadari tentang pentingnya
pendidikan seks yang tepat buat anak-anak mereka…???.
0 comments:
Post a Comment