Pendidikan
Kewirausahaan (Entrepreneurship) dan
Pengangguran
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar terus
memuncaknya angka pengangguran. Orang banyak mengeluh atas pemecatan-pemecatan
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pabrik yang gulung tikar di
tengah perjalanannya menuju suatu tujuan. Banyak juga yang mengeluh karena
sempitnya lahan kerja yang disediakan oleh pemerintah. Padahal bekerja tidak
harus di tempat-tempat yang resmi seperti yang tersebut di atas. Tentu tidak
efisien jika hal tersebut divonis sebagai penyebab banyaknya pengangguran.
Pengangguran adalah suatu predikat yang sudah tak
pantas lagi diemban pada masa yang semua kemulusannya bergantung pada fulus (uang) ini. Langit tidak akan
menurunkan hujan uang, bumi juga tidak akan mengeluarkan dolar, sudah saatnya
generasi bangsa ini melanjutkan perjuangan nenek moyang dengan terus berkarya
demi kemajuan bangsa Indonesia. Apalagi orang-orang yang sudah berkeluarga,
sangat tidak efisien bagi mereka untuk berpangku tangan menunggu uluran tangan
orang-orang yang lebih kaya dari mereka untuk menghidupi keluarganya. Dia harus
terus berusaha mencari pekerjaan untuk membantu kelangsungan hidup keluarganya.
Di Indonesia, menurut BPS bulan Agustus 2010, ada
8,32 juta penduduk yang menganggur dan 24,7 persen (1 juta lebih) di antaranya
adalah lulusan perguruan tinggi (terdiri dari diploma 12,78 persen dan sarjana
11,92 persen). Banyaknya jumlah sarjana yang menganggur disebabkan salah
satunya karena rendahnya soft skill,
yaitu kemampuan intrapersonal dan interpersonal seperti: kepemimpinan, rasa
percaya diri, berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi, kerjasama dalam tim,
kecerdasan emosional, dan lain-lain.
Selain itu juga, pendidikan tinggi yang ada hanya
menciptakan sarjana pencari kerja, bukan sarjana pencipta lapangan kerja. Hal
itu yang membuat masyarakat Indonesia terbiasa makan gaji sehingga tidak
mandiri dan tidak kreatif, serta disebabkan karena sekolah-sekolah yang ada di
Indonesia, peserta didiknya hanya dilatih berfikir kognitif alias menhafal dan
mengulang, pengembangan idenya di pasung, digantikan dengan konfirmitas. Bakat
tidak dibiarkan berkembang, karena semua orang sibuk mengejar nilai atau angka.
Salah satu solusi jitu untuk mengembangkan
kreatifitas dan mengurangi pengangguran adalah mengembangkan pendidikan
kewirausahaan (entrepreneurship),
karena seorang wirausaha adalah ibarat seorang yang mampu mengubah kotoran dan
rongsokan menjadi emas berkat kreatifitas yang dimilikinya.
Indonesia saat ini hanya memiliki 0,24 persen
wirausaha dari total 238 juta penduduk. Padahal untuk menjadi negara maju,
Indonesia butuh minimal 2 persen atau 4,76 juta wirausahawan. Berbeda jauh
dengan negara Singapura yang 7,2 persen, Malaysia 2,1 persen, Thailand 4,1
persen, Korea Selatan 4 persen, dan Amerika Serikat yang 11,5 persen dari total
penduduknya.
Semangat, jiwa dan sikap kewirausahaan dapat
ditanamkan melalui institusi pendidikan. Semakin cepat semakin baik, bahkan
seharusnya sudah ditanamkan di jenjang pendidikan anak usia dini. Sebab
kreativitas membutuhkan pelatihan sejak dini. Misalnya berupa belajar menjahit,
memasak, dan sebagainya, yang penting di sertai dengan kemauan yang kuat agar
tujuan itu terlaksana.
Menganggur sudah tidak relevan dengan kehidupan
modern yang penuh tantangan ini, seseorang hendaknya membiasakan dirinya untuk
mencoba menghadapi hal-hal yang bermanfaat dan memungkinkan baginya untuk
dikerjakan. Memang “All the beginning is
difficult”. Namun, tak ada salahnya seseorang mulai bertahap, sebab Allah
Swt. telah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mau mengubah diri mereka sendiri”
Sumber:
1.
Abadi, Ridwan. 2011. “Business Mindset”. Disampaikan dalam Workshop Entrepreneurship pada tanggal
19 Februari 2011 di Universitas Negeri Malang.
2.
Ayid. 2005. “Kiat Menuju Hidup Sukses”. Dalam
Buletin El-Wardah Edisi 159/XIX/Dzulhijjah 1425 H.-Januari 2005 M. Pasuruan.
3.
Bappeda Propinsi Jatim.
2011. “Solusi Dalam Pengentasan Pangangguran
dan Keniskinan di Propinsi Jawa Timur”. Disampaikan dalam Seminar Nasional
Perekonomian pada tanggal 23 April 2011 di Universitas Sunan Giri Surabaya.
4.
Depag. 1971. “Al-Qur’an dan Terjemahannya”.
5.
Lim, Hermanto dan Pitan
Daslani. 2011. “Membedah Kebutuhan Pasar Kerja: Lulusan Universitas Tak
Singkron dengan Kualifikasi Pekerjaan”. Dalam Majalah Campus Indonesia Edisi
April 2011.
0 comments:
Post a Comment