BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Kalau
kita berbicara karya sastra, hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah
pembicaraan tentang karya sastra itu sendiri. Tanpa adanya karya sastra, kita
tidak mungkin berbicara tentang studi sastra.
Karya
sastra merupakan karangan yang indah bahasanya dan baik isinya.[1]
karangan tersebut merupakan gabungan dari kenyataan dan khayalan. Semua yang
diungkap oleh pengarang dalam karya sastranya adalah hasil pengalaman dan
pengetahuannya juga, yang diolah dengan imajinasinya. Secara garis besar, karya
sastra terbagi atas puisi, prosa, dan drama.[2]
Akan tetapi, dalam pembahasan makalah ini hanya sebatas pada drama.
Drama
merupakan karangan yang berupa rangkaian dialog yang mencipta atau tercipta
dari konflik batin atau fisik dan kemungkinan dapat dipentaskan.[3]
Selama ini, pengajaran drama di sekolah kurang mengenai sasaran, karena pada
umumnya pengajaran drama diarahkan pada hal-hal teknis belaka. Atau, setidaknya
masih berkutat pada masalah pemahaman teks drama. Dengan kata lain, pengajaran
drama di sekolah hanya menyentuh pada aspek kognitif saja dan terkesan kering.
Berdasarkan
permasalahan di atas, hal itulah yang mendasari kami mengambil judul makalah
tentang drama dalam penulisan makalah ini.
1.2.Rumusan Masalah.
1.
Apakah yang dimaksud
dengan drama?.
2.
Apasajakah jenis-jenis
drama?.
3.
Bagaimanakah cara
memerankan drama yang baik?.
4.
Bagaimanakah
langkah-langkah dalam pementasan drama?.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Drama.
Menurut etimologi,
kata drama berasal dari bahasa Yunani dromai, yang artinya bertindak,
berlaku, berbuat, atau beraksi. Pada perekembangan selanjutnya, yang dimaksud
dengan drama adalah sebuah karya tulis berupa rangkain dialog yang mencipta
atau tercipta dari konflik batin atau fisik dan memiliki kemungkinan untuk
dipentaskan.[4]
Pada dasarnya
drama dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu “drama sebagai sastra” dan “drama
sebagai teater”.[5]
Drama dikatakan sebagai karya sastra, karena di dalam teks drama mengandung
unsur-unsur pembentuk karya sastra, seperti: plot, tokoh, watak dan penokohan,
latar cerita, gaya bahasa, dan tema atau nilai.[6]
Drama sebagai teater, mulai mencuat ketika WS. Rendra pulang dari lawatannya ke
Amerika Serikat pada tahun 1967.[7]
Unsur-unsur pembentuk drama sebagai teater adalah plot, karakterisasi, dialog,
tata artistik, dan gerak. Plot dan kararkter tidak didasarkan pada penjelasan
pencerita, tetapi dibentuk oleh dialog dan gerak. Dialog dan gerak (mimik dan
pantomimik) merupakan unsure utama dan yang dominan dalam drama pertunjukan.
Tata artistik mencakup tata busana, tata lampu, tata ruang, dan tata panggung.[8]
2.2. Jenis-jenis Drama.
Ada berbagai
istilah yang dikenal bila kita membicarakan drama. Berdasarkan masanya, drama
dibagi menjadi 2 macam, yaitu:[9]
1.
Drama
tradisonal atau drama rakyat (flok drama) adalah drama yang lahir dan
diciptakan masyarakat tradisional. Drama semacam ini digunakan untuk kegiatan
sosial dan keagamaan, seperti menyambut datangnya panen, menyambut tamu, sarana
ritual atau mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. Contoh drama tradisonal di
Indonesia adalah wayang orang, wayang kulit, ludruk, ketoprak, lenong, dan tari
topeng.
2.
Drama
modern yaitu drama yang lahir pada masyarakat industry. Drama semacam ini sudah
mencoba untuk memasukkan unsure teknologi modern dalam penyajiannya. Dalam seni
teater modern tata busana, tata rias, tata lampu, tata ruang, dan tata panggung
dikemas modern, bahkan sudah ada yang yang menggunakan teknologi modern.tidak
mengherankan bila dalam pementasan, sudah ada yang menggunakan film, animasi,
ataupun komputer. Dalam drama modern, kita mengenal adanya dramatisisasi, drama
baca, drama puisi, drama absurd, opera, ataupun sendratari (seni drama dan
tari).
a.
Dramatisasi
adalah pusi, novel, cerita pendek, atau karya sastra lain yang disajikan dalam
bentuk drama.
b.
Drama
baca (closet drama) adalah drama yang lebih sesuai dibaca dari pada
dipentaskan.
c.
Drama
pusi (poetic drama) adalah lakon yang sebagian besar percakapannya
disusun dalam bentuk puisi.
d.
Drama
absurd adalah drama yang avant garde. Dalam drama ini konvensi tentang
struktur alur, penokohan, serta struktur lainnya diabaikan atau dilanggar. Ada
beberapa tokoh dengan nama yang sama. Ada tokoh yang saling bertukar kelamin,
umur, dan kepribadian. Tidak mengenal latar tertentu dan urutan waktu tidak
teratur.
e.
Opera
adalah drama yang dipertunjukkan dengan nyanyian dan musik. (Contoh: Aida
karya Verdi, Yulius Caesar karya M. Yamin, Turanbot karya
Puccini, The Flying Dutchman karya Mozart).
f.
Sendratari
adalah drama yang dipertunjukkan melalui tarian-tarian tanpa kata-kata dan
diiringi dengan musik. (Contoh: Sendratari Ramayana, Sendratari Ki Ageng
Pamanahan, Sendratari Meraksamana dan Siraiman).
Berdasarkan isi dan suasananya,
drama dibagi atas drama tragedi, drama komedi, dan drama tragedi-komedi.[10]
1.
Drama
tragedi adalah drama yang menggambarkan kisah yang berakhir dengan duka.
Biasanya maut menjemput sang tokoh di akhir kisah. Drama tragedy mengisahkan
pergulatan manusia melawan takdirnya. (Contoh: Ken Arok dan Ken Dedes
karya M. Yamin, Romeo Juliet karya William Shakespeare, Bunga Rumah
Makan karya Utuy Tatang Sontani).
2.
Drama
komedi adalah drama yang melukiskan kehidupan secara humor sehingga dapat
menimbulkan gelak tawa penonton. (Contoh: Si Bakhil karya Nur Sutan
Iskandar, Gadis Modern karya Adlin Afandi, Liburan Seniman karya
Usmar Ismail, Tuan Amin karya Amal Hamzah, Drakula karya pemai
Sri Mulat).
3.
Drama
tragedi-komedi adalah drama gabungan antara tragedi dan komedi. (Contoh: Saija
dan Adinda karya Multatuli, Saudagar Venesia karya K. St. Pamuncak, Api
karya Usmar Ismail).
2.3.
Memerankan
Drama.
Untuk mementaskan suatu naskah drama diperlukan pemahaman yang
betul-betul mendalam terhadap naskah tersebut, lebih-lebih terhadap peran yang
akan dimainkan. Di samping kita menguasi dialognya, kita pun dituntut menjiwai
karakternya.
Dalam memerankan drama, pelaku harus mampu melakukan hal-hal
sebagai berikut:[11]
1.
Mengucapkan
dialog dengan lafal yang jelas.
Seorang
pemain drama harus bias mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas. Pemain
dikatakan mampu bertutur dengan jelas apabila setiap suku kata yang diucapkannya
dapat terdengar jelas oleh penonton sampai deretan belakang. Selain jelas,
pemain harus mampu mengucapkan dialog secara wajar dan tidak dibuat-buat.
2.
Membaca
dialog dengan memperhatikan kecukupan volume suara.
Seorang
pemain harus bisa menghasilkan suara yang cukup keras. Ketika membaca dialog,
suara pemain harus bisa memenuhi ruangan yang dipakai untuk pementasan. Suara
pemain tidak hanya bisa didengar ketika panggung dalam keadaan sepi, juga
ketika ada penonton yang berisik. Jika suara kurang kuat penonton tidak akan
memperhatikan jalannya pementasan. Salah-salah mereka akan membuat keributan
sendiri, sehingga menggangu jalannya pementasan. Akibatnya, pementasan tidak
berjalan seperti yang diharapkan.
3.
Membaca
dialog dengan tekanan yang tepat.
Kalimat
mengandung pikiran dan perasaan. Kedua hal ini dapat ditangkap oleh orang lain
bila pembicara menggunakan tekanan secara benar. Tekanan dapat menunjukkan
bagian-bagian kalimat yang ingin ditonjolkan. Ada tiga macam tekanan yang biasa
digunakan dalam melisankan naskah drama, yaitu sebagai berikut:
a.
Tekanan
dinamik, adalah tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata
tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut terdengar
lebih menonjol dari kata-kata yang lain.
b.
Tekanan
tempo, adalah tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan
memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapatkan tekanan tempo diucapakan
seperti mengeja suku kata.
c.
Tekanan
nada, adalah nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan
keseriusan orang yang mengucapkannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pementasan drama sebagai
berikut:[12]
1.
Tahap
persiapan
a.
Menghafal
teks.
b.
Memahami
watak pelaku yang akan diperankan.
c.
Memahami
cerita secara keseluruhan.
d.
Mempersiapkan
arena atau panggung.
2.
Tahap
pelaksanaan
a.
Perhatikan
pengucapan dan lagu kalimat, serta teknik pernapasan.
b.
Berakting
sesuai dengan tuntutan karakter dan cerita.
Langkah-langkah pementasan drama:[13]
1.
Menyusun
naskah. Ide bisa merupakan ide asli atau saduran dari kisah-kisah yang telah
ada.
2.
Melakukan
pembedahan secara bersama-sama terhadap isi naskah yang akan dimainkan.
Tujuannya agar semua calon pemain memahami isi naskah yang akan dimainkan itu.
3.
Reading,
calon pemain membaca secara keseluruhan naskah sehingga dapat mengenal
masing-masing peran.
4.
Casting,
melakukan pemilihan peran. Tujuannya agar peran yang akan dimainkan sesuai
dengan kemampuan acting pemain.
5.
Mendalami
peran yang akan dimainkan. Pendalaman peran yang akan dilakukan dengan
mengadakan pengamatan peran lapangan. Misalnya: kalau peran kita sebagai
seorang tukang jamu, maka lakukanlah pengamatan terhadap kebiasaan tukang jamu,
demikian pula kita berperan sebagai seorang raja.
6.
Blocking,
sutradara mengatur teknis pentas, yakni dengan cara menagarahkan dan mengatur
pemain. Misalnya: dari mana seorang pemain itu harus muncul dan dari mana
mereka berada ketika dialog dimainkan.
7.
Running,
pemain menjalani latihan secara lengkap mulai dari dialog samapi pengaturan
pentas.
8.
Gladi
resik, adalah latihan terakhir sebelum pentas. Semua pemain dari awal sampai
akhir pementasan tanpa ada kesalahan lagi.
9.
Pementasan,
semua pemain sudah siap dengan kostumnya, dekorasi panggung secara lengkap, dan
pemain berakting sesuai dengan peran masing-masing.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan.
Berdasarkan pembahasan materi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. dari konflik batin atau fisik dan memiliki kemungkinan untuk
dipentaskan.
2. Drama terdiri dari berbagai jenis, di
antaranya berdasarkan masanya drama dapat dibedakan menjadi drama tradisional
dan drama modern. Sedangkan berdasarkan isi dan suasananya, drama dibagi atas
drama tragedi, drama komedi, dan drama tragedi-komedi.
3. Dalam sebuah pementasan drama hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah tahap persiapan dan tahap pelakasanaan. Tahap
pelaksaan terdiri dari menghafal teks, memahami pengucapan dan lagu kalimat,
memahami watak pelaku yang akan diperankan, serta mempersiapkan arena atau
panggung. Sedangkan pada tahap pelaksanaan yang perlu diperhatikan adalah
pengucapan dan lagu kalimat serta teknik pernapasan, dan berakting sesuai
dengan tuntutan karakter dan cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Sumiati. 1987. Sari Sastra Indonesia. Surakarta:
PT. Intan Pariwara.
Endraswara,
Suwardi. 2005. Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Balai
Pustaka.
Riantiarno, N.
2003. Menyentuh Teater Kita: Tanya Jawab Seputar Teater Kita. Jakarta:
MU 3 Books.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
PT. Grasindo.
Sochib, Achmad,
dkk. 2006. Simpati Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI Semester 1.
Surakarta: CV. Grahadi.
Sochib, Achmad,
dkk. 2006. Simpati Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI Semester 2. Surakarta:
CV. Grahadi.
[1] Budiman, Sumiati.
1987. Sari Sastra Indonesia. PT.
Intan Pariwara, hlm. 2.
[2] Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. PT.
Grasindo, hlm: 70.
[4] Ibid, hlm: 8.
[5]
Endraswara, Suwardi. 2005. Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Balai
Pustaka, hlm: 190.
[6] Siswanto, Wahyudi. OP Cit,
hlm: 163.
[7] Endraswara, Suwardi. Op Cit, hlm: 190.
[8] Siswanto, Wahyudi. Op Cit, hlm: 163.
[9] Ibid, hlm: 165.
[10] Budiman, Sumiati. Op Cit, hlm: 50.
[11] Sochib, Achmad,
dkk. 2006. Simpati Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI Semester 1. CV.
Grahadi, hlm: 60
[13] Sochib, Ahmad. 2006. Simpati
Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI Semester 2.
CV. Grahadi, hlm: 62-63
0 comments:
Post a Comment