Desa
Soge, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu...
Tak
pernah kebayang sebelumnya tuk menginjakkan kaki di desa ini. Tahu namanya
saja, baru ketika awal perkuliahan, ketika perkenalan satu per satu dari teman
sekelas, tetapi kalau Indramayu-nya sich sudah tidak asing lagi di telinga. Kota
yang memiliki julukan kota mangga. Kalau di pelajaran tema 3 “Peduli Terhadap
Makhluk Hidup” kelas 4 disebutkan penghasil mangga jenis Cengkir.
Soge..
Terlintas
dalam pikiran, kalau kata Soge homofon dengan kata SUGIH dalam bahasa jawa,
yang artinya kaya. Mungkin, desa ini memiliki kekayaan yang melimpah ruah, baik
hasil buminya, maupun yang lainnya. Yapz.. betul banget, desa ini memang kaya,
ketika kita pertama masuk di desa ini, kita di sambut dengan hamparan padi yang
mulai menguning, dan para petani yang sedang memanennya. Bukan hanya itu,
selain pertanian padi, kita juga disuguhi dengan petak-petak sawah yang sudah
beralih fungsi menjadi tambak ikan. Bahkan, kekayaan yang mungkin tidak
dimiliki oleh desa lain adalah minyak atau gas alamnya. Di desa Soge terdapat
pipa gas yang membentang, dan terdapat pipa yang menyemburkan api, katanya sich
apa tak kunjung pada. Meskipun hujan, api ini tetap akan menyala.
Ketika
mentari masih di ufuk timur, pemandangan desa Soge diwarnai dengan berbagai
aktivitas masyarakat terkait dengan pertanian, mulai dari menjemur padi di
halaman, hingga lalu lalang masyarakat yang hendak pergi ke sawah, dengan berboncengan
sepeda motor dengan membawa mesin penggiling padi, serta yang dibonceng
menghadap belakang, bahkan ada yang secara rombongan naik mobil bison
(elf).
Tetapi...
Dibalik
keindahan sawah dengan hamparan padi yang sudah menguning di samping kanan dan
kiri, ternyata butuh perjuangan tuk memasuki desa Soge. Kurang lebih
membutuhkan waktu 30 menit dari jalan raya pertama kali kita masuk. Kondisi
jalan yang belum di aspal, dengan bebatuan, ditambah dengan jalan penuh lumpur
dan genangan air karena habis hujan. Jangan berharap, mobil yang pertama kita
tumpangi bersih dan kinclong, akan kembali seperti itu ketika sampai di Soge,
yang ada mobil akan berdebu bahkan berlumpur. Selain itu, bau tak sedap dan
lalat-lalat yang berterbangan pun sempat menghiasi perjalan kita. Yach... di
tengah-tengah perjalanan, terdapat Tempat Pembungan Akhir (TPA) dengan
segunungan sampah. Jadi, ketika sampai di TPA ini, kaca mobil wajib di tutup,
agar lalat-lalat tidak masuk.
Berdasarkan
informasi yang kita peroleh dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu
ketika berkunjung ke sana, Soge merupakan daerah terpencil, atau lebih kerennya
sekarang disebut daerah 3T, dan ini sesuai dengan Surat Keputusan Bupati
Indramayu. Menurut Kadisdik, ada beberapa alasan Soge menjadi daerah 3T, selain
infrasturktur yang seperti cerita di atas, transportasi untuk masuk ke desa ini
pun menjadi pertimbangan. Yach.. trasportasi andalan dan satu-satunya desa ini
adalah ojek, tidak ada angkutan umum masuk desa ini, serta butuh uang Rp. 30.000,00
untuk pulang-pergi, itupun hanya dari jalan raya pertama kali mau masuk desa
Soge.
Semoga,
nantinya bisa kembali berkunjung ke desa Soge. Tentunya dengan harapan, Soge
yang yang lebih dan lebih. Jalanan akses masuk sudah tidak membuat orang bergoyang-goyang ketika
menaiki mobil, serta tidak ada lagi lalat-lalat berterbangan yang mengganggu
mata ketika menikmati keindahan hamparan padi yang sudah menguning.
Amin...!!!
Soge dalam foto
Hamparan padi yang menguning |
Kondisi sungai di tepi jalan menuju Soge setelah hujan |
Kondisi jalan menuju Soge |
Kilang gas Pertamina |
Semburan api dari pipa gas |
Tempat Pembungangan Akhir (TPA) |
Tempat Pembungangan Akhir (TPA) |
Siswa SD Negeri Soge |
Foto bersama dengan siswa SD Negeri Soge |
Rapat Koordinasi dengan kepala SD Negeri Soge |
Foto bersama dengan kepala dan guru SD Negeri Soge |
0 comments:
Post a Comment