JALAN-JALAN DI MADURA, MAKANNYA DI SURABAYA

Jumat, 22 Januari 2016.

Jumat adalah waktu spesial bagi warga kelas H, selain hari minggu. Yach.. libur kuliah, libur dari segala rutinitas presentasi di kampus. Akan tetapi, libur adalah bukan waktu leha-leha untuk mahasiswa, karena masih banyak tugas dikerjakan, apalagi yang lagi kejar tayang seperti kami, satu matakuliah yang dua kali pertemuan dalam satu minggu, jadi dalam seminggu kita bisa mempersiapkan makalah dan slide presentasi dua sampai tiga. Bisa dibayangkan gimana riwehnya??.
Ketika itu, aku fokus untuk ngerjakan makalah Kondas PPKn. Awalnya sich, aku mau ambil topik tentang “Pemikiran Jhon Locke Tentang Negara”, tetapi hanya menemukan dua referensi, dan materinya hanya secuil di buku tersebut, akhirnya aku harus berbalik halun, untuk mencari topik yang lain. Perpustakaan Daerah Jatim di daerah Menur Pumpungan pun jadi solusi.

Pukul 07.30 aku keluar dari kos, tanpa ngecek pesan di Hand Phone (HP) hanya melihat jam, langsung saja aku berangkat ke Perpusda. Sesampai di sana, seperti biasa pinjam kunci loker terlebih dahulu, naruh tas, dan langsung ke tempat sirkulasi buku. Tujuan utama adalah mencari buku tentang Pemikiran John Locke Tentang Negara. Ternyata sama saja, hanya terdapat secuil dalam setiap buku, nggak ada yang buku yang secara khusus membahasa tentang pemikiran Jhon Locke. Otomatis aku harus memutar haluan mencari topik yang lain, karena tugas Kondas PPKn ini judul makalahnya bebas, kita cuman diberi topik-topik saja, seperti pendidikan karakter, hukum, politik, hak asasi manusia, demokrasi, dan sebagainya. Muter-muter mencari buku yang pas buat makalah, akhirnya aku menemukan buku tentang pencitraan politik, dan di situ ada beberapa buku yang membahas tentang ini. Lantas, aku ambil semua buku tentang itu dan ku bawa ke meja sambil duduk-duduk ke cek konten isi buku satu per satu. Karena di perpusda hanya boleh pinjam 2 buku, otomatis seperti kebiasaan sebelum-sebelumnya buku yang lain di foto, dan ketika mau memfoto ternyata ada pesan di WA dari teman sekelas, yang ngajak jalan-jalan ke Bukit Jaddih, Bangkalan, Madura.

Tertarik dengan itu, karena sebelumnya pernah melihat foto teman di Facebook dengan pegunungan kapurnya, akhirnya aku iyakan ajakan teman tersebut, tetapi sebelumnya aku pinjam buku dulu sebelum ketemuan dengan teman-teman yang lain. Kitapun janjian ketemu di Pasar Blauran, karena mereka juga mau nyari buku referensi juga buat makalah. Dari Perpusda, aku pun langsung ke Pasar Blauran, dan langsung parkir di dalam pasar gang masjid seperti biasa, tetapi.. ketika sampai di sana dan aku hubungi mereka, ternyata mereka di Lontong Balap Cak Gundul di Jalan Kranggan, otomatis aku langsung ke sana.


Lontong balap Cak Gundul Jl. Kranggan

Lontong Balap Cak Gundul merupakan salah satu kuliner khas kota Surabaya, selain lontong balap, di situ juga menyediakan sate kerang, dan minumnya tentunta Es Degan. Hanya Rp. 16.000an kita sudah bisa menikmatinya. Puas denga makan, kita langsung ke Pasar Blauran untuk nyari buku. Karena sudah punya langganan di Blauran, langsung saja kita menuju stand langganan kita. Pilih-pilih buku yang kita inginkan, waktu itu kita dapat buku Pendidikan Kewarganegaraan karya Kaelan, Psikologi Perkembangan karya Hurlock, Keterampilan Berbicara dan Membaca karya Tarigan, dan sebagainya.

Berhubung hari ini adalah hari Jumat, kita putuskan ke Maduranya setelah sholat Jumat. Ketika itu kita berempat, 2 laki-laki dan 2 perempuan. Langsung saja kita berpisah antara laki-laki dan perempuan. Si laki-laki melaksanakan sholat Jumat di Masjid Blauran, dan si perempuan memutuskan untuk jalan-jalan ke BG Junction. Karena, kita si laki-laki tidak memwaba HP ketika sholat Jumat, seusainya pun kita merasa kesulitan untuk bertemu, nggak tahu si perempuan di mana, akhirnya kita si lakai-laki pun menunggu di loby, dan kita pun ingin mengumungkan di resepsionis, tapi itu urung, karena si perempuan udah datang, dan tahu nggak mereka di mana??, ternyata eh ternyata.. mereka habis dari pijat refleksi.

Let’s go Madura...!!

Seusai dari BG Junction kita pun berangkat ke Madura, dengan tujuan ke Bukit Jaddih, di daerah bangkalan, akan tetapi kita masih nunggu teman satu kali lagi, karena dia mau ikutan. Bertemu dengan teman tersebut, kita pun pergi ke Bukit Jaddih lewat jembatan Suramadu. Karena ada yang pertama kali lewat nich jembatan dari kita-kita, tak disia-siakan nich moment dengan jeprat-jepret.

Tak jauh dari jembatan Suramadu, ketika belok ke Kiri di perempatan yang menuju Labang (kalau gak salah sich,,, kalau lurus ke Bangkalan dan Sampang, dan belok kanan ke Kwanyar). Ketika belok kiri ini kita merasa tertipu, karena apa?, yapz.. karena akses jalan. Ketika dari Suramadu sampai di perempatan, jalannya mulus beraspal, dan ketika masuk belok ke kiri, jalan berubah 360 derajat, jalannya tidak beraspal, berbatu, dan banyak lubang yang berisi air, dan becek (karena habis diguyur hujan). Akan tetapi, ini mengingatkan teman kita yang dari Indramayu dengan kampunya, karena akses jalannya tidak jauh berbeda dengan ini.


Menikmati jalan yang berlubang, yang membuat badan ikut bergoyang-goyang bak mengikuti irama sebuah lagu, akhirnya kitapun menemukan jalan yang mulus lagi. Dari situ kita menemukan sebuah pertigaan, dan kita belok ke kanan. Wich.. sungguh luar biasa sepanjang jalan, kita menikmati sebuah pemandangan yang tak bisa kita temukan di kota Surabaya, pemandangan kiri kanan yang hijau, yang menyejukkan mata, laksana padang sabana.

Tak berapa lama akhirnya kita pun sudah sampai di Bukit Jaddih. Ika sampai di situ, hanya perasaan takjub yang ada, atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Sebuah pegunungan kapur, yang serba putih ketika saat kita memandang ke kanan dan ke kiri. Yang pertama kali tertarik kita tertarik untuk melihatnya adalah Goa Jepang, kitapun menuju ke sana mengikuti petunjuk arah yang minim, yang ada kita tidak menemukannya, dan kita hanya berhenti di suatu tempat, dan kitapun berfoto-foto. Dan ketika kita di tempat tersebut, ada anak-anak setempat, mungkin lagi jalan-jalan yang meggunakan motor, yang berkata dengan menggunakan bahasa Madura yang menyinggung masalah goa Jepang, tapi kita gak paham dengan apa yang meraka katakan, karena kita tidak bisa bahasa Madura.

Lanjut ke titik lain, karena merupakan sebuah pegunungan, otoatis menuju ke atas atau ke bukitnya, jalannya berkelok-kelok dan naik, ini membuat salah satu dari kita tidak mau naik, karena dengan alasan takut jatuh, dan kita berempat yang lain merayunya agar bisa naik ke atas. Dan dia pun mau naik ke atas bukit. Tahu nggak selama di motor, ketika naik, pegangannya rapat banget, narik koas ku.

Akhirnya kitapun putuskan untuk naik ke Bukit, dan selama perjalanan kita berhenti di spot-spot yang menarik, yang bagus untuk berfoto-foto, dan satu ketika kita berhenti kita kena tipu masalah tiket, ketika itu ada seorang yang menghampiri kita sambil membawa potongan kertas, dan spidol untuk mencatat nomor plat motor kita, pikiran kita sich gak nyangka kalau itu tipu-tipu, dan kita tahunya kalau itu tipu-tipu pas kita mau naik ke Bukit, kita ditarik tiket lagi. Bedanya asli atau palsu adalah adanya stempel, kalau pertama tidak ada stempel dan yang kedua adanya stempel.

Beginilah kalau jalan-jalan masih dalam rutinitas kuliah yang padat merayap, maunya menikmati indahnya liburan, tetapi tidak bisa. Didalam benak masih saja terbayang-bayang yang namanya tugas kuliah. Ketika melihat tulisan “Well Come To Bukitt Jaddih”, langsung kita berpikiran dengan matakuliah bahasa Indonesia, kalau itu kesalahan sintaksis. Begitu pula ketika kita nyampai di atas bukit, kita teringat dengan materi presentasi salah seorang teman di kelas, tentang “OUTBALL (Out of the Box, Active Learning).

Puas dengan foto-foto, menikmati Indahnya pulau Madura dari atas bukit, dan karena hari juga sudah sore, akhirnya kitapun putuskan untuk pulang. Dan kita putuskan untuk pulang kembali lewat jalan yang sama dengan berangkatnya. Karena kita belum sholat Ashar, sambil perjalanan pulang, kita mencari mushollah atau masjid di pinggiran jalan yang kita lewati, dan akhirnya kita berhenti di sebuah mushollah milik seorang warga. Oh yach... ternyata setiap rumah punya mushollah pribadi di kampung ini. Ketika itu sang pemilik mushollah sedang bersih-bersih halaman rumahya, dan kita pun permisi untuk menumpang untuk sholat. Dan ketika mau ambil wudhu, kita terbayang-bayang dengan mata kuliah Konsep Dasar IPA, karena menggunakan katrol. Sembari gantian dengan teman yang lain untuk ambil wudhu’, kita ngbrol-ngobrol dengan pemilik mushollah seputaran dengan kondisi Madura, mulai dari pembagian wilayah (Desa, Kecamatan) dan kebudayaan. Disela-sela pembicaraan tersebut, pemilik mushollah, menyarankan agar tidak lewat Suramadu pulanggnya, karena hari sudah hampir malam, karena jalannya sepi, dan rawan begal, karena kemarin sudah ada korban. Dan kita di sarankan agar lewat Kamal, lewat penyebrangan dengan menggunakan kapal laut. Dan akhirnya kita pun nurut dengan pemilik mushollah tersebut, dengan lewat Kamal.


Kurang lebih 30 menit, kita menyebrang dari pulau Madura menuju ke Surabaya. Suasana barupun kita peroleh dari atas kapal, dengan hilir mudik penjual makanan dan minuman. Perut kita pun sudah kerocongan, melihat perut diisi ketika jam 09.30an, dan sekarang minta diisi ulang. Dan kita putuskan untuk makan di Surabaya, yang menjadi pilihan adalah Bebek Pahlawan, yang berada di sekitaran Tugu Pahlawan. Makan malam in merupakan akhir dari petualangan hari ini, sebelum istirahat di kosan tercinta..  J J J



















Penulis : Bakhrul Ulum ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel JALAN-JALAN DI MADURA, MAKANNYA DI SURABAYA ini dipublish oleh Bakhrul Ulum pada hari Monday, 7 March 2016. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 1comments: di postingan JALAN-JALAN DI MADURA, MAKANNYA DI SURABAYA
 

1 comments: