A. Pendahuluan
Seorang
manusia tidak diciptakan langsung menjadi dewasa, ia mengalami berbagai proses
pertumbuhan dan perkembangan yang dialaminya, sejak masa konsepsi hingga masa
kelahiran yang dilanjutkan dengan masa bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa.
Proses
pertumbuhan dan perkembangan dalam kehidupan beroperasi secara kontinu
(Sunarto, 1999 dalam Djamarah (2008: 118)). Kedua proses ini berlangsung secara
interdependensi, artinya saling bergantung sama lain. Kedua proses ini tidak
bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri,
akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Perkembangan
merupakan serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan
bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu
menuju ke tahap kematangan, melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.
Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang
berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi. Perkembangan
itu bergerak secara berangsur-angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap
ke bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa
pembuahan dan berakhir dengan kematian.
Menurut
Hurlock (1980) perkembangan pada manusia mencakup empat aspek, yaitu: (1)
sistem saraf yang sangat berkaitan erat dengan perkembangan kecerdasan dan
emosi; (2) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan
motorik; (3) kelenjar endokrin yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah
laku baru; (4) struktur tubuh yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi tubuh. Dari
keempat perkembangan tersebut, yang menjadi fokus dalam penulisan makalah ini
adalah point kedua, yaitu mengenai perkembangan motorik.
Dalam
Psikologi, perkembangan motorik merupakan perubahan yang menunjuk pada hal,
keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga
kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Secara singkat,
perkembangan motorik dapat dipahami sebagai segala keadaan yang menungkatkan
atau menghasilka rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik (Syah, 2003:
13).
Perkembangan
motorik, oleh sebagian orang dianggap telah terjadi dalam diri seseorang
apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan
penggunaan tangan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara
baik dan benar. Padahal, keterampilan motorik di dapat tidak cukup hanya dengan
latihan dan praktik, tetapi juga memerlukan kegiatan perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) dan sensory-motor learning (belajar
keterampilan inderawi-jasmani).
Dalam
kenyataannya, cukup banyak keterampilan motorik yang rumit dan karenanya
memerlukan upaya manipulasi (penggunaan secara cermat), koordinasi, dan
organisasi rangkaian gerakan secara tepat, umpanya keterampilan bermain piano.
Dalam memainkan piano, seorang pionis bukan hanya melakukan sejumlah gerakan
terpisah saja, melainkan juga menggunakan proses yang telah direncanakan dan
dikendalikan secara internal oleh fungsi ranah ciptanya, sehingga gerakan itu
menghasilkan suara merdu. Demikian pula keterampilan-keterampilan lainnya (yang
sebagian orang tidak serumit bermain piano) seperti menulis, menggambar, dan
mendemontrasikan kecakapan praktis, seperti: olahraga atau menari dan
sebagainya.
Berdasarkan
beberapa pernyataan di atas bahwasanya pentingnya menekankan aspek motorik, di
samping aspek kognitif atau intelektual, dan hal itulah yang mendasari kami
menulis makalah yang berjudul “Karakteristik
Perkembangan Motorik Anak Usia TK, SD, dan SMP”.
B. Pembahasan
B.1. Pengertian Perkembangan
Motorik
Motorik
berasal dari kata “motor” yang merupakan suatu dasar biologis atau mekanika
yang menyebabkan terjadinya suatu gerak (gallahue).
Dengan kata lain, gerak (movement) adalah
kulminasi dari suatu tindakan yang didasari oleh proses gerak motorik.
Sejalan
dengan hal itu, menurut Zulkifli (2009: 31), yang dimaksud motorik yaitu segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Dalam perkembangan
motorik, yang menentukan adalah otot, saraf, dan otak. Ketiga unsur itu
melaksanakan masing-masing perannya secara interaksi positif, artinya
unsur-unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi
dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna
keadaanya.
Menurut
Hurlock (1996: 150) dalam Suyadi (2010: 67), perkembangan motorik merupakan
perkembangan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf, dan otot yang
terkoordinasi. Gerak tersebut berasal dari perkembangan refleks dan kegiatan
yang telah ada sejak lahir. Dengan demikian sebelum perkembangan gerak motorik
ini mulai berproses, maka akan tetap tak berdaya.
Perkembangan
motorik dapat didefinisikan sebagai perubahan kompetensi atau kemampuan gerak
dari mulai masa bayi (infancy) sampai
dewasa (adulthood) serta melibatkan
berbagai aspek perilaku yang ada pada manusia ini mempengaruhi perkembangan
motorik dan perkembangan motorik itu sendiri mempengaruhi kemampuan dan
perilaku manusia (Keogh dalam Payme; 1996).
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik
adalah suatu perubahan kemampuan gerak dari bayi hingga dewasa yang
memperlihatkan interaksi positif dari otak, saraf, dan otot.
B.2. Perkembangan Motorik Pada Anak
Usia TK, SD, dan SMP
Keterampilan
motorik berkembang dalam urutan yang pasti, dan norma-norma umur kerap
digunakan untuk mengukur kemajuan perkembangan (Bayle dalam Upton, 2012: 61). Hal
ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya umur, perkembangan motorik yang
dimiliki tentunya semakin kompleks dan berbeda dengan sebelumnya. Akan tetapi,
kemampuan motorik sebelumnya merupakan dasar dari kemampuan motorik berikutya.
Dengan kata lain, motorik anak usia TK, SD, dan SMP masing-masing berbeda, dan
motorik di usia TK merupakan dasar bagi perkembangan motorik di usia SD, begitu
pula selanjutnya motorik di usia SD merupakan dasar bagi perkembangan motorik
usia SMP.
Perkembangan
motorik meliputi motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan
tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota
tubuh yang dipengaruhi oleh kemantangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan
duduk, menendang, berlari, naik turun tangga, dan sebagainya.
Sedangkan
menurut Sumantri (2005: 11), motorik halus adalah gerakan yang menggunakan
otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh
kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda
dari tangan, mencorat-coret, menyusun balok, menggunting, menulis, dan
sebagainya.
Kedua
kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Untuk lebih lanjut, berikut dijelaskan perkembangan motorik secara spesifik
pada anak usia TK, SD, dan SMP.
1. Perkembangan
motorik anak usia TK
Laura
E. Berk (2007: 224) menjelaskan perkembangan motorik pada anak TK (prasekolah)
dengan melakukan pengamatan terhadap anak-anak yang sedang bermain di halaman
sekolah atau pusat-pusat permainan edukatif lainnya. Hasil pengamatannya
menunjukkan bahwa ketika anak-anak bermain, akan muncul adanya keterampilan
motorik baru yang masing-masing membentuk pola kehidupan. Ia menyatakan, “You will see that an explosion of new motor
skill occurs in early chealhood, each of wich build on the simpler movement
pattern of toddlerhod.” (Anda akan melihat adanya keterampilan motorik baru
yang muncul pada anak-anak yang masing-masing membentuk pola kehidupanya).
Selanjutnya,
selama masa pendidikan prasekolah, anak akan terus melakukan integrasi terhadap
pola-pola tersebut sehingga menjadi semakin kompleks tersebut oleh Laura E.
Berk disebut sebagai dinamic system. Kemudian,
anak-anak akan mulai mengembangkan keterampilan baru lagi seiring dengan
pertumbuhan badan dan kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, sistem saraf sentralnnya
mulai berkembang dan dengan demikian lingkungan barunya mulai membuat tantangan
baru. Proses kebaruan berkelanjutan inilah yang disebut sebagai dynamic system.
Ketika
anak masuk prasekolah, anak menunjukkan gerak lentur badannya, maka gerakan
kaki, tangan, dan bahunya akan semakin bebas dengan eksperimen
keterampilan-keterampilan baru, seperti melempar dan menangkap bola, naik
sepeda roda tiga, dan bermain simplai. Hingga usia 5-6 tahun, anak telah mampu
bergerak secara simultan dengan mengombinasikan secara terorganisir semua organ
tubuhnya. Ketika ia naik sepeda roda tiga, misalnya, kakinya dengan lentur
mengayun pedal, kepala menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menghindari bahaya,
dan tangannya secara ototmatis menggertakkan
setir/setang sepeda sesuai dengan perintah otak sarafnya. Menjelang
akhir tahun-tahun prasekolah, semua keterampilan tersebut telah dikuasai secara
matang, dengan kecepatan yang cukup dan didukung oleh daya tahan yang memadai.
Pada
usia prasekolah telah terjadi perubahan besar pada gerak motoriknya. Sekadar
contoh, gerakan tangan dan jarinya yang meningkat. Bahkan pada tahap ini anak
sering mencoba makan dengan tangannya sendiri, tetapi orang tua sering kalu
mencegahnya dengan alasan tangan anak kotor sehingga tidak boleh makan dengan
tangan. Melihat fenomena ini, Laura E. Berk menyatakan “But parents must be patient about these abilities: when tired and in
hurry, young children often revert to eating with their fingers”. (Tetapi
orang tua harus bersabar terhadap ketangkasan ini: ketika anak mulai bosan dan
terburu-buru anak sering makan dengan tangannya).
Artinya,
Laura E. Berk menyarankan agar orang tua harus bersabar ketika menghadapi
anaknya makan dengan tangan atau jari-jari mereka. Sebab, anak pada fase ini
belum terbiasa mencuci tangan sebelum makan. Selanjutnya, pada usia ini anak
sudah mulai bisa mengenakan baju sendiri, bahkan mampu memakai dan melepas
sepatunya sendiri. Keterampilan inilah yang disebut sebagai self-help skill (keterampilan menolong
diri sendiri). Keterampilan menolong diri sendiri ini akan mencapai puncak kesempurnaanya pada usia 6
tahun. Ketercapaian semua gerkan ini tidak terlepas dari perhatian jangka
panjang yang diperagakan olehnya. Mulai dari gerakan-gerakan tangan dan
gerakan-gerakan lainnya yang saling terkait. Berikut perbedaan motorik kasar
dan motorik halus pada anak usia prasekolah:
Tabel
1.
Perkembangan
Motorik Kasar dan Motorik Halus
pada
Anak Usia Prasekolah
Usia
|
Perkembangan Motorik Kasar
|
Perkembangan Motorik Halus
|
3-4
tahun
|
Berjalan naik turun
tangga, memilih makanan, berdiri dengan satu kaki, melompat, berputar,
menangkap bola, dan mengayuh sepeda roda tiga.
|
Melepas dan
mengancingkan baju, makan sendiri, menggunakan gunting, dan menggambar wajah.
|
4-5
tahun
|
Naik turun tangga
tanpa berpegangan, berjalan dengan ritme kaki yang sempurna, memutar tubuh,
melempar dan menangkap bola, meyetir sepeda roda tiga dengan kecepatan cukup
dan luwes.
|
Bisa menggunakan
garpu dengan baik, menggunting mengikuti garis, dan menirukan gambar segitiga.
|
5-6
tahun
|
Menunjukkan perubahan
yang cepat: bertambah jauh melempar bola dan cekatan menangkapnya,
mengendarai sepeda dengan bergaya atau bervariasi.
|
Mampu menggunakan
pisau untuk memotong makanan-makanan lunak, mengikat tali sepatu, bisa
menggambar orang dengan enam titik tubuh, dan bisa menirukan sejumlah angka,
dan kata sederhana.
|
(Sumber: Suyadi, 2010:
71)
2. Perkembangan
motorik anak usia SD
Pada
usia sekolah, perkembangan motorik anak lebih halus, lebih sempurna, dan
terkoordinasi dengan baik, seiring dengan bertambahnya berat dan kekuatan badan
anak. Anak-anak terlihat sudah mampu mengontrol dan mengoordinasi gerakan
anggota tubuhnya seperti tangan dan kaki dengan baik. Otot-otot tangan dan
kakinya sudah mulai kuat, sehingga berbagai aktivitas fisik seperti menendang,
melompat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan secara lebih akurat
dan cepat. Di samping itu, anak juga makin mampu menjaga keseimbangan badannya.
Penguasaan badan, seperti membongkok, melakukan bermacam-macam latihan senam
serta aktivitas olah raga berkembang pesat.
Sejak
usia 6 tahun, koordinasi antara mata dan tangan (visio-motorik) yang dibutuhkan
untuk membidik, menyepak, melempar, dam menangkap juga berkembang. Pada usia 7
tahun, tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai pensil dari pada krayon
untuk melukis. Dari usia 8 hingga 10 tahun, tangan dapat digunakan secara
bebas, mudah dan tepat. Koordinasi motorik halus berkembang, di mana anak sudah
dapat menulis dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan lebih rata.
Pada usia 10 hingga 12 tahun, anak-anak mulai memperlihatkan
keterampilan-keterampilan manipulatif menyerupai kemampuan-kemapuan orang
dewasa. Mereka mulai memperhatikan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan
cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus
atau memainkan instrumen musik tertentu (Santrock: 1995).
Untuk
memperhalus keterampilan-keterampilan motorik mereka, anak-anak terus melakukan
berbagai aktivitas fisik. Aktifitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan
yang kadang-kadang bersifat informal, permainan yang diatur sendiri oleh anak,
seperti permainan umpet-umpetan, di mana anak menggunakan keterampilan
motornya. Di samping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas
permainan olah raga yang bersifat formal, seperti olah raga senam, berenang,
dan bermain hoki.
Anak-anak
usia sekolah ini mengembangkan kemampuan untuk melakukan permainan (game) dengan peraturan, sebab mereka
sudah dapat memahami dan mentaati aturan-aturan dari suatu permainan. Pada
waktu yang sama, anak-anak mengalami peningkatan dalam koordinasi dan pemilihan
waktu yang tepat dalam melakukan berbagai cabang olah raga, baik secara
individu maupun kelompok.
Partisipasi
di berbagai cabang olah raga, dapat memberikan konsekuensi positif dan negatif
bagi anak-anak. Di satu sisi, partisipasi anak-anak dalam bidang dapat
memberikan latihan dan kesempatan untuk belajar bersaing, meningkatkan harga
diri (self-esteem), dan memperluas
pergaulan dan persahabatan dengan teman-teman sebaya. Namun di sisi lain, olah
raga juga menimbulkan dampak negatif bagi anak-anak. Mereka mengalami banyak
tekanan untuk berprestasi dan menang, cedera fisik, harus bolos dari tugas
akademis, berusaha mencapai harapan-harapan yang tidak realistis untuk menjadi
atlit yang sukses.
3. Perkembangan
motorik anak usia SMP
Ketika
anak memasuki usia SMP, sebenarnya ia telah memiliki kemampuan motorik dasar,
baik motorik kasar maupun motorik halus sebagai modal utama dalam mengikuti
berbagai aktivitas di sekolah. Pada usia ini kekuatan otot anak akan berlipat
ganda seiring dengan semakin banyaknya jumlah sel otot baru yang terbentuk.
Pada anak laki-laki, sel-sel otot baru yang dibentuk jumlahnya lebih banyak
daripada anak perempuan, sehingga tidak heran kalau anak laki-laki biasanya
lebih kuat dibandingkan dengan anak perempuan.
Perkembangan
kekuatan otot tersebut kemudian diimbangi dengan perkembangan dalam
mengoordinasi gerakan antara otot yang satu dengan otot yang lain. Oleh karena
itu, keterampilan motorik halus yang telah dimilikinya akan terus meningkat dan
lebih spesifik. Pada masa ini aktivitas fisik sederhana yang meliputi lari
jarak pendek, melompat, dan melempar benda-benda sesukanya, sudah tidak menarik
lagi. Sebaliknya, mereka membutuhkan jenis aktivitas yang kompleks dan
menantang.
Dengan
semakin berkembangnya sistem saraf, sehingga penyampaian rangsangan dari
simpul-simpul sarafnya berlangsung lebih cepat, maka anak semakin terampil
dalam mengoordinasi otot-otot tangan dan kakinya. Namun, pada anak laki-laki
kekuatan otot-ototnya jauh lebih berkembang dibandingkan keterampilan
mengoordinasi gerakan seluruh anggota tubuhnya. Berbeda halnya dengan anak
perempuan, di mana keterampilan dan keselarasan dalam gerak tubuh, terutama
jari-jari tangannya, mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan
kekuatan otot.
Dengan
koordinasi gerak tangan yang kian terampil, kemampuan menulis mereka cukup
baik. Ukuran dan bentuk huruf-huruf yang dibuatnya semakin mendekati tulisan
orang dewasa. Berkat perkembangan motorik halus anak yang semakin baik, maka
pada usia 10-12 tahun ia dapat menulis sederet kata-kata dengan rapi, tidak
naik turun sebagaimana pada masa-masa sebelumnya. Keterampilan menggambarnya
juga semakin meningkat, sehingga bentuk hasil gambarnya pun semakin jelas.
Untuk memwarnai gambarnya, anak-anak usia 10-14 tahun ini tidak lagi
menggunakan krayon, tetapi ia lebih mengggunakan pensil warna.
Sementara
itu, perkembangan motorik kasarnya pun terus berlanjut. Pada usia 10 tahun anak
sudah mampu berlari sejauh 6,2 meter dalam waktu 5,5 detik, berlari dengan
kecepatan 4,5 m/detik, melompat sejauh 1,3 meter, melempar bola sejauh 9 meter,
dan menangkap bola yang dilempar ke arahnya dari jarak tertentu. Pada usia 11
tahun, lompatannya sudah mencapai 1,5 meter dan pada usia 12 tahun kecepatan
larinya mencapai 6,2 meter dalam waktu 4 detik, dua kali lebih cepat
dibandingkan ketika ia masih berusia 6 tahun.
Kekuatan
otot, ukuran otot, koordinasi gerakan otot, serta ketepatan waktu dimulainya
proses perkembangan, merupakan faktor-faktor yang menentukan seberapa tinggi
tingkat perkembangan motorik anak. Anak yang memasuki usia ini pada usia yang
tepat, biasanya akan memiliki kaki yang panjang serta otot-otot tubuh yang
kuat. Semua itu akan memungkinkan anak untuk meningkatkan berbagai kemampuan
dirinya, hingga akhir usia 12 tahun.
B.3. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Perkembangan Motorik
Menurut
Gleitman (1987) dalam Muhibbin Syah (2003: 13) bahwa anak yang baru lahir sudah
mempunyai bekal sebagai dasar perkembangan kehidupannya selama di dunia, yaitu
(1) bekal kapasitas motor (jasmani); dan (2) bekal kapasitas panca indera
(sensori).
Selanjutnya,
dalam bukunya “ Psikologi Belajar” selain dua macam bekal bawaan tersebut,
Muhibbin Syah (2003: 18-21) juga menjelaskan bahwa faktor-faktor lain yang
mendorong keterampilan motorik anak ada empat, yang memungkinkan campur tangan
dan orang tua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu; (1) pertumbuhan dan
perkembangan sistem saraf; (2) pertumbuhan otot-otot; (3) perkembangan dan
pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin, dan (4) perubahan struktur jasmani.
Berikut
penjelasan dari masing-masing faktor yang mendorong keterampilan motorik anak:
1. Pertumbuhan
dan perkambangan sistem saraf (nervous
system)
Pertumbuhan dan saraf
dan perkembangan kemampuannya membuat inteligensi (kecerdasan) anak meningkat
dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan
kemampuan sistem saraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula
pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda dengan organ
tubuh lainnya, organ sistem saraf apabila rusak tak dapat diganti atau tumbuh
lagi.
Seorang anak yang luka
berat pada bagian kakinya hingga sebagian dagingnya terlepas dapat disembuhkan
dan bagian yang hilang itu tumbuh lagi karena obat dan gizi. Namun, kalau anak
itu terluka pada bagian kepalanya hingga salah satu struktur subsistem saraf
rusak atau terpustus misalnya, makan anak tersebut akan mengalami gangguan
ingatan, gangguan bicara, gangguan pendengaranm gangguan pengecapan rasa, atau
gangguan-ganggan lainnya bergantung pada subsistem saraf mana yang rusak.
Gangguan ini hampir dapat dipastikan bersifat permanen, jaringan serabut saraf
yang rusak atau hilang tadi terlalu sulit-kalau bukan mustahil-dapat tumbuh
lagi meskipun lukanya sendiri sudah sembuh.
2. Pertumbuhan
otot-otot
Otot adalah jaringan
sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau
kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut (contractile
unit). Di antara fungsi-fungsi pokoknya adalah sebagai pengikat organ-organ
lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan
(Reber, 1988). Peningkatan tonus (tegangan
otot) anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan
dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini nampak sangat jelas pada anak yang sehat
dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam
permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin
meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa. Perlu dicatat bahwa
dalam pengembangan keterampilan terutama dalam berkarya nyata seperti membuat
mainan sendiri, melukis, dan seterusnya, peningkatan, dan perluasan
(intensifikasi dan ekstensifikasi) pendayagunaan otot-otot anak tadi bergantung
pada kualitas pusat sistem saraf dalam otaknya.
3. Perkembangan
dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin (endocrine glands)
Kelenjar endokrin
secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon yang
disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Berubahnya
fungsi kelenjar-kelenjar endokrin seperti adrenal
(kelenjar endokrin yang meliputi bagaian atas ginjal dan memproduksi
bermacam-macam hormon, termasuk hormon seks), dan kelenjar pituitary (kelenjar di bagian bawah otak yang memproduksi dan
mengatur berbagai hormon termasuk hormon pengembang indung telur dan sperma),
juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku anak ketika menginjak usia SMP.
4. Perubahan
struktur jasmani.
Semakin meningkat usia
anak akan semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi tubuh
pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan dan kecakapan keterampilan motorik anak. Kecepatan
berlarim kecepatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran, keindahan melukism
dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses penyempurnaan
struktur jasmani siswa. Namun, kemungkinan perbedaan hasil belajar psikomotor
seorang siswa dengan siswa yang lainnya selalu ada, karena kapasitas ranah
kognitif juga berperan dalam menentukan kualitas dan kuantitas prestasi ranah
karsa, dan pengaruh perubahan fisik juga tampak pada sikap dan perilakunya
terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri siswa
tersebut.
Berbeda
deangan pendapat di atas, bahwasnya menurut Hastuti, dkk (2008: 4-14) beberapa
hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan motorik anak di
antaranya adalah sebagai berikut: (1) kesehatan yang kurang baik dapat
menghambat anak menikmati yang ia lakukan; (2) lingkungan yang tidak mendukung,
karena lingkungan yang demikian tidak memberikan kesempatan dan tidak
merangsang anak memperoleh kesempatan untuk menggunakan kemampuannya semaksimal
mungkin; (3) bimbingan yang kurang tepat, baik dari guru maupun orang tua,
terutama bimbingan dalam belajar dan berperilaku secara sosial; (4) keputusan
yang kurang tepat dan tidak terencana mengakibatkan anak tidak akan mengerti
apa yang seharusnya dilakukan dan diinginkan darinya oleh orang tua maupun
guru; (5) tidak diberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan dirinya;
dan (6) harapan-harapan yang realistis, sesuai dengan kemampuan anak sehingga
anak memperoleh kesempatan yang wajar untuk meraih kesuksesan, sehingga demikian
dapat mendorong konsep diri yang baik.
Berdasakan
beberapa pendapat di atas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan
motorik, dapat disimpulkan bahwa ada dua hal yang dapat mempengarhuinya yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor yang berasal dari luar
diri individu.
B.4. Hambatan dan Solusi
Perkembangan Motorik
Masih
mengutip Laura E. Berk, dalam pengamatan yang lebih mendalam, ia menemukan
perbedaan dalam setiap perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Dengan kata
lain, setiap anak pasti mempunyai ciri khas tertentu yang tidak dimiliki oleh
anak yang lain. Namun, dalam buku momentalnya, Development Throughh the Lifespan, Laura E. Berk hanya menampilkan
perbedaan antara anak yang tumbuh subur motoriknya dengan yang terhambat
perkembangan motoriknya. Di samping itu, dikemukakan pula perbedaan yang khas
antara perkembangan motorik anak laki-laki dan perempuan, Laura E. Berk
menyatakan:
“A
Child with a tall, muscular bodyten to move more quickly and to acquire certain
skill earlier than a short, stocky youngster. And as in other domains, parents
and teacher probably provide more encouragement to children with biologicall
based motor-skill advantages.”
“Anak
yang lebih tinggi badannya, berotot kuat, kedua langkahnya lebih cepat untuk
memperoleh keterampilan tertentu lebih awal daripada anak yang pendek. Dan,
sebagaimana pada hal-hal penting lainnya, orang tua dan guru sebaiknya
menyediakan lebih banyak perhatian terhadap perkembangan motorik dasar secara
biologis atau jenis kelamin.”
Anak
laki-laki yang lebih besar, urat lengannya lebih banyak dan kuat sehingga
terasa ringan untuk mengembangkan gerak motorik kasarnya. Dan, anak perempuan yang
lebih besar (dewasa) menunjukkan gerakan kedewasaannya secara fisik dengan
gerak keseimbangan dan ketepatan yang lebih baik.
Di
samping itu juuga, terdapat perbedaan perkembangan motorik anak berdasarkan jenis kelamin, atau antara anak
laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, orang tua dan guru harus memisahkan
mereka dalam jenis-jenis permainana tertentu. Sebab, anak laki-laki mempunyai
karakter kepemimpinan yang lebih kuat daripada anak perempuan. Anak laki-laki
dapat melompat lebih jauh, berlari lebih cepat, dan mampu melempar bola hingga
lebih dari 5 feet atau 1,5 meter
(anak prasekolah). Sebaliknya, anak-anak perempuan memiliki kelebihan dalam hal
motorik halus dan beberapa motorik kasar yang membutuhkan kombinasi gerakan
keseimbangan yang baik dan gerakan kaki, seperti simplai dan skipping.
Berdasarkan
pengamatan tersebut, Laura E. Berk menyarankan agar sejak usia prasekolah anak
laki-laki dan perempuan telah dikelompokkan ke dalam aktivitas-aktivitas fisik
yang berbeda. Biasanya, para bapak lebih menyukai bermain bola tangkap dengan
anak laki-laki mereka dari pada dengan anak-anak perempuannya.
Di
samping itu, perbedaan berpikir dan kapasitas motorik terlihat masih kurang
stabil hingga usia dewasa. Artinya, perkembangan motorik antara laki-laki dan
perempuan akan sebanding dengan pertambahan usia. Pengaruh pertambahan
kemampuan motorik itu sendiri selalu berbeda-beda, terlebih lagi antara anak
laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, pencapaian perkembangan motorik anak
perempuan pada usia prasekolah, misalnya, belum tentu sama dengan perkembangan
motorik anak laki-laki pada usia tersebut.
B.5. Upaya Pengembangan
Perkembangan Motorik
Penguasaan
tugas-tugas perkembangan, terutama perkembangan motorik tidak lagi sepenuhnya menjadi
tanggung jawab orang tua seperti tahun-tahun prasekolah. Sekarang, penguasaan
ini juga menjadi tanggung jawab guru-guru dan sebagian kecil juga menjadi
tanggung jawab sekelompok teman-teman. Misalnya, pengembangan berbagai
keterampilan dasar seperti membaca, menulis, berhitung, dan pengembangan
sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga merupakan tanggung
jawab guru dan orang tua. Meskipun orang tua dapat membantu meletakkan dasar
penyesuaian diri anak dengan teman-teman sebaya, tetapi menjadi anggota
kelompok memberi kesempatan yang besar untuk memperoleh pengalaman belajar.
Pada permulaan akhir masa kanak-kanak, anak-anak mempunyai sejumlah besar
keterampilan yang mereka pelajari selama tahun-tahun prasekolah. Keterampilan
yang dipelajari oleh anak-anak yang lebih besar sebagian bergantung pada
lingkungan, sebagian pada kesempatan untuk belajar, sebagian pada bentuk tubuh
dan sebagian lagi bergantung pada apa yang sedang digemari oleh teman-teman
sebayanya.
Upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam rangka mengoptimalkan perkembangan motorik, seperti
faktor kesehatan dan gizi, merupakan faktor yang penting agar pertumbuhan dan
perkembangan motorik anak dapat berkembang secara ideal. Semakin baik kesehatan
dan gizi, anak cenderung semakin besar dari usia ke usia dibandingkan dengan
anak yang kesehatan dan gizinya buruk. Selain itu, kestabilan emosi juga dapat
mempengaruhi perkembangan selama anak-anak. Ketegangan emosional juga
mempengaruhi perkembangan motorik. Anak yang tenang tumbuh lebih cepat dari
pada anak yang mengalami ganguan emosional. Dengan demikian, pemenuhan gizi dan
kesehatan sangat diperlukan untuk menstimulasi pertumbuhan, sedangkan pemenuhan
kasih sayang juga tidak kalah pentingnya untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan motorik.
B.6. Implikasi Perkembangan Motorik
Dalam Pembelajaran
Benyamin
Bloom menyatakan bahwa rentang penguasaan motorik ditunjukkan oleh gerakan yang
kaku sampai dengan gerakan yang luwes. Dave (1990) mengembangkan teori Bloom
ini dengan mengklasifikasikan domain motorik ke dalam lima kategori, mulai dari
tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi. Kelima kategori
tersebut adalah immitation
(peniruan), manipulation (penggunaan
konsep), presition (ketelitian), articulation (perangkaian), dan naturalization (kewajaran/kealamiahan).
Teori
Dave inilah yang digunakan pijakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan
perkembangan motorik pada anak. Uraian berikut ini merupakan kelima tingkat
perkembangan Dave, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
stimulasi-stimulasi motorik anak di dalam pembelajaran.
1. Immitation
(peniruan)
Immitation
(peniruan) adalah ketermapilan untuk menentukan suatu gerakan yang telah
dilatih sebelumnya. Latihan ini bisa dilakukan dengan cara mendengarkan atau
memperlihatkan. Dengan demikian, kemampuan ini merupakan representasi ulang apa
yang dilihat dan didengar oleh anak. Oleh karena itu, peningkatan motorik pada
tahap ini bisa dilakukan dengan memeragakan gerakan, atau sekedar
mempertontonkan film, misalnya. Stimulasi yang bisa diberikan untuk mencapai
kemampuan gerak motorik pada tahap ini dengan menirukan gerak binatang, suara
burung, atau gerakan-gerakan yang lain.
2. Manipulation
(penggunaan konsep)
Manipulation
(penggunaan konsep) adalah kemampuan untuk menggunakan konsep dalam melakukan
kegiatan. Kemampuan ini juga sering disebut sebagai kemampuan manipulasi.
Sebab, pada tahap ini perkembangan anak selalu mengikuti arahan,
penampakan-penampakan gerakan, dan menetapkan suatu keterampilan gerak tertentu
berdasarkan latihan. Stimulasi yang bisa diberikan untuk mencapai kemampuan
gerak motorik pada tahap ini adalah dengan melatih keterampilan tertentu pada
anak, seperti menggunakan sendok makan, gunting, gergaji, atau gerakan lompat,
loncat, skipping, dan lain
sebagainya.
3. Presition
(ketelitian)
Presition
(ketelitian) adalah kemampuan yang berkaitan dengan gerak yang mengindikasikan
tingkat ketelitian tertentu. Kemampuan gerak motorik ini sebenarnya hampir sama
dengan gerak motorik pada tahap manipulasi. Hanya saja, pada tahap ini telah
mencapai tingkat kontrol yang lebih tinggi, sehingga kesalahannya dapat
dieliminasi. Stimulasi yang dapat diberikan untuk menunjang tercapainya gerak
motorik pada tahap ini adalah dengan melatih mengendarai sepeda roda tiga,
berjalan mundur, menyamping, dan zig-zag, melempar bola, menangkap, menendang,
dan lain sebagainya.
4. Articulation
(perangkaian)
Articulation
(perangkaian) adalah kemampuan untuk melakukan serangkaian gerakan secara
kombinatif dan berkesinambungan. Kemampuan ini membutuhkan koordinasi antar
organ tubuh, saraf, dan mata secara cermat. Kemampuan ini dapat ditingkatkan
dengan mengurutkan serangkaian gerak secara berkesinambungan, konsisten, ajeg,
dan luwes. Stimulasi yang bisa diberikan untuk mencapai kemampuan gerak motorik
pada tahap ini adalah menggambar, mengetik, menulis, dan lain sebagainya.
5. Naturalization (kewajaran/kealamiahan)
Naturalization
(kewajaran/kealamiahan)
adalah kemampuan untuk melakukan gerak secara wajar atau luwes. Untuk dapat
melakukan gerak motorik pada tahap ini diperlukan koordinasi tingkat tinggi
antara saraf, pikiran, mata, tangan, dan anggota badan yang lain. Oleh karena
itu, gerak motorik pada tahap ini sering kali menguras tenaga dan pikiran.
Simulasi yang bisa diberikan untuk mencapai kemampuan gerak motorik pada tahap
ini adalah mendemonstrasikan dan memeragakan gerak akrobat (jungkir balik),
pantomim, tampil bergaya, dan lain sebagainya. Khsusu gerak motorik pada tahap
ini, anak tidak serta merta langsung bisa mempraktikkannya, melainkan harus
diulang-ulang hingga mencapai tahap kelenturan dan keluwesan gerak yang
sempurna.
Dengan
memberikan berbagai stimulasi secara bertahap sebagaimana dikemukakan Dave di
atas, diharapkan anak mampu mencapai tingkat perkembangan motorik yang
sempurna, sehingga kesempurnaan capaian gerak ini dapat menunjang tingkat
kegeniusannya.
C. Penutup
Berdasarakan
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik adalah
suatu perubahan kemampuan gerak dari bayi hingga dewasa yang memperlihatkan
interaksi positif dari otak, saraf, dan otot. Perkembangan motorik terdiri atas
dua jenis, yaitu: motorik kasar dan motorik halus, yang mana dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari
dalam individu dan faktor yang berasal dari luar individu, seperti pertumbuhan
dan perkembangan sistem saraf, pertumbuhan otot-otot, pertumbuhan dan
perkembangan fungsi kelenjar endokrin, serta perubahan struktur fisik. Keterampilan
motorik pada anak dapat dikembangkan, sebagaimana mengikuti tahapan dari teori
Dave, yang terdiri atas lima tahapan, yaitu: tahap immitation (peniruan), manipulation
(penggunaan konsep), presition
(ketelitian), articulation
(perangkaian), dan naturalization (kewajaran/
kealamiahan). Dengan mengikut tahapan ini yang dilaksanakan dalam pembelajarn,
diharapkan anak dapat mencapai perkembangan motorik yang sempurna.
D. Daftar Pustaka
Berk, Laura E.
2007. Development Throught the Lifespan,
Fourth Edition. New York: Paerson.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Hastuti, Wiwik
Dwi, dkk. 2008. Perkembangan Peserta
Didik. Surabaya: Lapis PGMI.
Hurlock,
Elizabeth B. 1980. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Ke-5. Diterjemahkan
oleh: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
L, Zulkifli.
2009. Psikologi Perkembangan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Reber, Arthur S.
1988. The Penguin Dictionary of
Psychology. Ringwood Victoria: Penguin Books Australia Ltd.
Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Pedagogia.
Syah, Muhibbin.
2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Upon, Penney.
2012. Seri Belajar Cepat Psikologi:
Psikologi Perkembangan Edisi Ke-1. Diterjemahkan oleh: Noermalasari Fajar
Widuri. Jakarta: Erlangga.
nice, lengkap dengan referensi. makasih ka :)
ReplyDeleteSama2
ReplyDeleteUsia 6 - 12 tahun coba di buat tabel juga.. biar lebih jelas dan lbh mudah lagi..
ReplyDelete