Judul :
Tolonglah Hamba-Mu Ini...
Penulis :
Sides Sudyarto Ds
Tahun
Terbit :
Maret 2012
Penerbit : DIVA Press
Kota
Terbit : Jogjakarta
Jumlah
Halaman : 227 halaman
Novel
yang berjudul “Tolonglah Hamba-Mu Ini...” menceritakan tentang perjalanan kisah
hidup dan cinta Siti Masyitoh (Itoh) dan Arief Wicaksana (Arief). Itoh dan
Arief kenal sejak SMA, karena mereka teman satu sekolah. Sejak kecil, Itoh
hidup bersama dengan neneknya, tidak ikut ayah dan bundanya yang tinggal di
Brebes. Ia menjadi anak kandung neneknya yang memang sangat menyayanginya.
Di
lain pihak, Arief adalah anak orang miskin, yang hidup dan tinggal di pedesaan.
Ayahnya seorang dalang dan ibunya anak seorang kyai, dan merupakan santri asli.
Ia ingin sekali mengentas ayah, bunda, dan dirinya sendiri dari lembah
kemiskinan. Ia yakin, untu melawan kemiskinan, dia harus belajar keras dan
bekerja keras. Maka, jadilah Arief kutu buku yang mempelajari banyak hal, ilmu
apa pun. Baginya, ilmu adalah kekuatan atau modal perjuangan hidupnya. Lalu, di
antra Arief dan Itoh timbul rasa saling percaya untuk saling menunggu. Arief
menuggi selesai studinya, sedangkan Itoh menunggu restu ayahnya yang belum
menerima kehadiran Arief.
Selama
5 tahun mereka menunggu, selama Arief kuliah di Jakarta, sedangkan pendidikan
Itoh hanya sampai di Sarjana Muda, karena dia tidak mendapat restu dari sang
ayah untuk merantau. Meskipun hanya sampai Sarjana Muda, Itoh memiliki
pengetahuan yang luas, terutama pengetahuan agama, karena dia merupakan pemimpin
pondok pesantren putri di rumah neneknya.
Seusai
wisuda sarjananya, yang tanpa dihadiri sanak keluarga sama sekali, Arief
kembali pulang ke desanya untuk menemui ayah dan ibunya, termasuk menemui Itoh.
Ketika menemui Itoh, yang terjadi bahwasanya Itoh telah dijodohkan sama
Arifullah oleh sang Ayah, tetapi Itoh berontak tidak mau. Mereka pun tidak bisa
apa-apa, yang ada hanya menunggu kembali.
Sembari
menunggu, mereka memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Itoh sibuk dengan
pembangunan pondok pesantren putri di rumah Arief bersama dengan kedua orang
tua Arief, sedangkan Arief sibuk membantu tiga temannya sewaktu kuliah sebagai
konsultannya, yakni membantu Simangunson di Medan yang akan mendirikan
Postmodern University, Eka Sari Estika di Yogyakarta yang akan membangun galery
batik, dan Nyoman Puruhita di Bali yang mendirikan koran mingguan.
Saking
sibuknya dengan tiga proyek tersebut, yang sering wira-wiri ke luar kota, Arief
pun lupa akan menengok Itoh dan pembangunan pondok pesantrennya. Dan saking
intensnya ketemuan dengan Eka Sari di sinilah muncul benih-benih cinta yang
baru antara mereka berdua. Akan tetapi Arief tidak menjawabanya apa yang
dikemukakan oleh Eka Sari, dia masih memegang teguh pendiriannya “ Saya lebih
baik ditinggalkan, ketimbang meninggalkan. Saya lebih baik dikhianati ketimbang
mengkhianati.”, ini menunjukkan bahwa Arief masih cinta dengan Itoh, lantas
sampai kapankah?, hingga restu dari Ayah Itoh mereka dapatkan?.
Novel
karya Sides Sudyarto Ds. ini dapat menjadi rekomendasi untuk dibaca atau
menjadi koleksi pribadi, karena di dalam novel syarat dengan makna dan
pelajaran hidup, terutama pemikiran Arief dan Itoh, yang mana seorang Arief
yang lulusan sastra, bisa menjadi konsultan bagi teman-temannya yang sangat berbeda
dengan latar belakang pendidikannya, karena apa? Salah satunya adalah budaya
membaca. Selain itu, di dalam novel ini, banyak juga petuah-petuah jawa kuno,
sehingga kita bisa belajar tentang kebudayaan daerah (Jawa dan Bali).
“Mamayu rahayuning salira. Mamayu
rahayuning bangsa. Mamayu rahayuning bawono.”
(Berjuang untuk keselamatan diri
sendiri. Berjuang untuk keselamatan bangsa. Berjuang untuk keselamatan Dunia)
0 comments:
Post a Comment