A. Landasan Teori Model P3E
1.
Teori
Skema
Menurut
teori perkembangan kognitif Piaget diperoleh melalui aktivitas mental berupa
pola organisasi sikap atau skema, sehingga dapat memahami saat berinteraksi
dengan dunianya. Proses terbentuknya pengetahuan baru terjadi melalui proses
adaptasi dengan mekanisme subproses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan
interpretasi pengalaman yang dialami dengan melakukan pencocokan dengan skema
yang ada pada diri seseorang, sedangkan akomodasi merupakan proses pengubahan
skema agar sesuai dengan pengalaman yang diperoleh.Piaget menyatakan bahwa
semua perkembangan skema bersifat universal bagi seluruh umat manusia, sehingga
implikasinya bagi pendidikan tidak dapat mengajarkan sesuatu pada pola
seseorang bila belum ada kesiapan yang merujuk kepada kematangannya.[1]
2.
Teori
Konstruktivisme
Pembelajaran
konstruktivistik menekankan pada peran siswa untuk menyusun sendiri
pengetahuannya melalui pembelajaran yang dilakukan.[2] Model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme ini
memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin
diperoleh di luar sekolah. Agar pengetahuan siswa yang diperoleh dari luar
sekolah dipertimbangkan sebagai pengetahuan awal dalam sasaran pembelajaran,
karena sangat mungkin terjadinya miskonsepi. Selain itu, sebagaimana teori konstruktivisme
yang dikembangkan oleh Vigotsky mempunyai tiga implikasi utama, yaitu: (a) melalui
interaksi sosial siswa dapat menjadi sadar fungsi mental dasarnya dan mampu
menggunakan untuk pertumbuhan. (b) guru memberikan tugas-tugas dalam jangkauan
siswa (zone of proximal development), dan
(c) memberikan pembelajaran dengan scaffolding.[3]
3.
Teori
Penemuan
Siswa
akan mudah mengingat suatu konsep, jika konsep tersebut siswa dapatkan melalui
proses belajar penemuan.[4] Perolehan
pengetahuan dan mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh dengan penyelidikan (inquiry) menunjukkan beberapa
kelebihan, di antaranya: (a) pengetahuan itu akan lebih lama, (b) hasil belajar
inkuiri memiliki efek transfer yang lebih baik, dan (c) meningkatkan penalaran
peserta didik dalam kemampuan berpikir secara bebas.
4.
Teori
Belajar Bermakna
Pembelajaran bermakna
merupakan pengolahan informasi baru ke pikiran terkait dengan pengetahuan yang
dipelajari.[5]
Belajar bermakna merupakan suatu proses menghubungkan informasi baru dengan
struktur pengetahuan yang sudah dimiliki anak.[6] Anak
harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang
diperoleh untuk memecahkan masalah dalam kehidupan, sehinggaaktivitas belajar
akan menimbulkan makna yang berarti (meaningfull).
B. Model Pembelajaran P3E
Model pembelajaran
P3E dikembangkan dari dua model praktikum yaitu, praktikum konvensional (ekspositori)
dan model guided inquiry lab. Hal ini
disebabkan karena kedua model tersebut masih memiliki beberapa kelemahan, di
antaranya untuk model praktikum konvensional aktivitas pembelajaran di dominasi
oleh guru, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut[7],
serta pelaksanaan praktikum ekspositori oleh sebagaian besar institusi/sekolah
tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang tujuan dari
penyelidikan dan urutan tugas-tugas yang dibutuhkan hanya untuk mengejar
penyelesaian tugas-tugas tersebut[8]. selain
itu juga, kegiatan praktikum konvensional belum meningkatkan keterampilan
proses sains, sikap ilmiah, dan keterampilan berpikir kritis.[9] Sedangkan,
untuk model guided inquiry lab memiliki
kelemahan yaitu terlihat pada sintaks belum mencantumkan dengan jelas tujuan
pembelajaran dan tidak adanya fase evaluasi.[10]
Dari hasil
analisis kedua model pembelajaran tersebut (praktikum konvensional dan guided inquiry lab) serta teori
pembelajaran diatas, maka diperoleh rumusan model pembelajaran P3E dengan fase
dan kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
Fase
1: Pengorganisasian (P)
|
|
1. Guru
menyampaikan kontrak belajar
2. Guru
menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut
3. Mengapresiasi
dan memotivasi siswa untuk belajar (seperti memberikan pertanyaan yang
menantang dan menanyakan materi yang telah dipelajari dan akan dipelajari)
4. Mendemontrasikan
konsep yang ingin dicapai
|
1. Siswa
mematuhi kontrak belajar
2. Salah
satu siswa mengulangi menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut
3. Siswa
menjelaskan pertanyaan yang menantang dari guru dan menjelaskan materi-materi
yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari
4. Salah
satu siswa mendemonstrasikan kembali yang dicontohkan oleh guru
|
Fase
2: Penyelidikan (P)
|
|
1. Menyajikan
fenomena sains
2. Membagikan
LKS
3. Memfasilitasi
dan membimbing siswa melaksanakan penyelidikan
|
Siswa
melaksanakan kegiatan penyelidikan dengan menjawab hal-hal sebagai berikut:
1. Merumuskan
masalah
2. Merumuskan
hipotesis
3. Mengidentifikasi
variabel
4. Definisi
operasional variabel
5. Merancang
kegiatan penyelidikan
6. Memperoleh
data penyelidikan
7. Menganalisis
data hasil penyelidikan
8. Menarik
kesimpulan
|
Fase
3: Presentasi (P)
|
|
1. Guru
membimbing siswa mempersentasikan hasil praktikum dan membimbing membuat
kesimpulan akhir proses pembelajaran
|
1. Salah
seorang wakil kelompok mempresentasikan hasil percobaan kelompoknya
2. Kelompok
lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan
3. Siswa
merumuskan kesimpulan dan rangkuman tentang percobaan dengan bimbingan guru
|
Fase
4: Evaluasi (P)
|
|
1. Guru
memberikan tugas sebagai tindak lanjut dengan mengacu buku ajar
|
1. Siswa
melakukan refleksi dan evaluasi terhadap, pengukuran, penyelidikan, dan proses-proses
yang digunakan dengan bimbingan guru
2. Siswa
mencatat tugas untuk dikerjakan di rumah pada buku ajar
|
Tulisan
ini merupakan review dari ringkasan disertasi Bahtiar yang berjudul
“Pengembangan Model Pembelajaran P3E Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa Madrasah Aliyah”, pada acara ujian terbuka Prodi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya, hari Kamis, 8 Desember 2016.
[1] Suyono dan
Hariyanto. (2011). Belajar dan
Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
[2] Trilling, B.
dan Hood, P. (1999). Learning, Technology, and Education Reform in The
Knowledge Age. Educational Technology. May-June:
5-18.
[3] Arend, R.
(2012). Learning to Teach, 9th Edition. New
York: Mc-Graw Hill.
Slavin,
E.R. (2011). Educational Psycology: Theory
and Practice. USA: Parson.
[4] Jerome Bruner
dalam Nur, M. (1998). Teori Perkembangan
Kognitif. Surabaya: Unesa University Press.
[5] Slavin. (2011).
Opcit.
[6] Nur, M. (1998).
Opcit.
[7] Sudjana dan
Rivai. (2002). Media Pengajara. Bandung:
Alfabeta
[8] Donnell, C.
Mc., O’Connor C., dan Seery, M.K. (2007). Developing Practical Chemestry Skills
by Means of Students-Driven Problem Based Learning Mini-Projects. Journal of Chemistry Education Research and
Practice. 8 (2), 130-139.
[9] Liliasari.
(2009). Berpikir Kritis Dalam
Pembelajaran Sains Kimia Menuju Profesionalitas Guru. Bandung: Program
Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana UPI.
[10] Wenning, Carl.
(2012). The Level Inquiry Model of Science Teaching. Journal pg Physics Teacher Education Online, 6 (2). 9-16.
0 comments:
Post a Comment