YUSUF MANSUR: USTADZ DENGAN KESEDERHANAANYA

Ustadz Yusuf Mansur
Sumber: Twitter Ustadz Yusuf Mansur @Yusuf_Mansur
Ustadz Yusuf Mansur lahir di Jakarta pada tanggal 19 Desember 1976, dengan nama asli Jam’an Nurchotib Mansur. Ayahnya bernama Abdurrahman Mimbar dan ibunya bernama Humrif’ah, yang mana Abdurrahman Mimbar memiliki garis keturunan ulama di Kaliungu, K.H. Zahid Mimbar, sementara sang ibu merupakan keturunan dari K.H. Mohammad Mansur, ulama ahli falak ternama dari Betawi yang tinggal di Jembatan Lima Jakarta Barat. Dan sang kakek dikenal masyarakat dengan sebutan Guru Mansur dan namanya pun diabadikan sebagai nama jalan “Jl. K.H. Moch. Mansur”, yang membentang dari Roxy sampai stasiun boes yang sekarang terkenal dengan nama stasiun kota. Ketika masih di dalam kandungan, ayah dan ibu Ustadz Yusuf Mansur bercerai. Dan ketika lahir, beliau diasuh oleh pamannya, K.H. Sanusi Hasan, seorang hafiz Al-Qur’an, penulis diberbagai majalah dan koran Islam, serta bekerja sebagai PNS di Kementerian Agama RI dan takmir masjid Istiqlal Jakarta.

Semasa kecil, Yusuf Mansur sudah dikenal sebagai ustadz cilik yang sering diundang berceramah ke berbagai kota. Hal ini tidak lepas dari kehidupan beragama beliau yang sangat lekat, karena beliau banyak menghabiskan waktunya di madrasah dan mimbar masjid Al-Mansuriyah. Begitu pula pendidikan formalnya, beliau habiskan di madrasah, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrsah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Setelah lulus dari MA Negeri 1 Grogol (1992), beliau melanjutkan pendidikannya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Akhwal Asy-Syakhsiyah. Akan tetapi, setelah menempuh 4 semester, kuliah beliau berantakan, karena keranjingan dengan balapan motor, serta mulai tertarik dengan dunia bisnis yang membuatnya tak punya perhatian lebih terhadap pelajaran kuliah. Bahkan ustadz Yusuf Mansur sempat menunggak SPP selama 4 semester dan mesti dipanggil menghadap pembantu rektor bidang akademik. Akhirnya beliau pun tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Pada tahun 2002, beliau memutuskan untuk kuliah pada kampus, fakultas, dan jurusan yang sama dan pada 2009 Ustadz Yusuf Mansur akhirnya ikut wisuda Sarjana ke-74 UIN Jakarta. Beliau berhasil meraih gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI), dan pada acara wisuda tersebut beliau diberikan kesempatan untuk memberikan ceramah di depan ribuan wisudawan dan tamu undangan.

Bisnis yang digeluti Ustadz Yusuf Mansur semasa kuliah adalah terkait dengan teknologi informasi. Meskipun beliau memiliki semangat yang tinggi akan berbisnis, akan tetapi karena belum berpengalaman, bisnisnya pun akhirnya kolaps, dan efeknya beliau terlilit hutang yang jumlahnya hingga miliaran rupiah. Reputasi beliau pun hancur, baik dikalangan keluarga, teman dan lingkungan. Gara-gara terlilit hutang ini beliau dikejar-kejar orang yang ingin menagihnya. Bahkan beliau juga sempat dua kali masuk penjara, yaitu pada tahun 1996 dan 1998. Namun, masa-masa di penjara merupakan pengalama berharga bagi beliau, karena beliau banyak memetik hikmah dan hidayah. Berikut sepenggal cerita Ustadz Yusuf Mansur ketika di Penjara:
           
Suatu hari di penjara, Ustadz Yusuf Mansur dalam kondisi lapar sedang menunggu jatah makan penjara yang tak kunjung datang. Beliau ingat kalau memiliki sepotong roti. Namun, ketika hendak dimakan, beliau melihat semut berbaris di dinding selnya, sedang mencari makan. Dan Ustadz Yusuf Mansur pun berkata kepada semut, “Tuhan lu sama Tuhan gue sama. Begini dah, kalau gue berdoa nggak bakalan terkabul, karena dosa gue yang banyak, tapi kalau lu pada yang berdoa barangkali terkabul. Nih, lu makan roti, tapi doain gue bisa makan nasi. Perut lapar nih.”

Ustadz Yusuf Mansur pun meletakkan roti dekat dengan semut dan membelakanginya. Begitu beliau tengok kembali ke arah semut, roti tersebut ternyata sudah ludes. Semut-semut itu kemudian seperti berjalan mendatangi beliau. Merasa ada kontak, beliau yakin kalau semut mengerti akan apa yang diucapkannya tadi. Dan ajaibnya, tak sampai 10 menit penjaga penjara memanggil Ustadz Yusuf Mansur, “Hai Ucup, udah makan belum? ini saya punya nasi pakai ayam goreng, makanlah.” Ustadz Yusuf Mansur pun merasa takjub dengan kejadian ini.

Selepas dari penjara tahun 1999, beliau diajak oleh abang angkatnya, Herman ke kampung Ketapang, Tangerang. Ketika hijrah ini, beliau dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan dan hidupnya sangat prihatin. Di sana, beliau bekerja membantu sesepuh kampung Ketapang bernama Haji Muhyiddin untuk berjualan ayam. Jika ada pesanan ayam maka beliau yang mengantarkannya, dan dari sinilah beliau mendapatkan upah. Meskipun tidak memiliki pekerjaan dan hidup prihatin, tetapi gairah terhadap agama sangat tinggi. Beliau merintis pengajian di mushollah Nurul Iman bersama dengan Ustadz Basuni Abdullah. Figur yang dikenal dari lewat abang angkatnya.

Setelah bertemu dengan Ustadz Basuni, beliau diajak ke Sukabumi. Di sana, beliau tinggal di sebuah rumah kontrakan. Beliau dipersilahkan tinggal sehari, sebulan, setahun, atau selama apa pun beliau suka. Di Sukabumi, beliau merintis pengajian bertajuk Tazkiyah Syifa dengan berkeliling bersama bersama Ustadz Basuni untuk berdakwah dan memberi konseling. Ada tiga masalah yang disampaikan oleh Ustadz Yusuf Mansur: “Andaikan Anda punta masalah yangtak kunjung selesai, andaikan punya penyakit yang tak kunjung sembuh, dan andaikan punya utang yang tak kunjung terlunasi, kami siap membantu untuk mencarikan solusi. Orang pun banyak yang berkonsultasi, ada yang minta ditemukan jodohnya, curhat rumah tangga, usaha bangkrut, dan lain sebagainya.

Selain itu, setiap malam Rabu ustadz Yusuf Mansur memimpin sebuah pengajian anak yatim. Beliau memang mengumpulkan anak yatim untuk dibina, dan ketika itu jama’ahnya berjumlah sekitar 40 orang. Pada tanggal 9 September 1999, beliau mendatangi SMP di Cipondoh, Tangerang. Beliau berniat untuk mencari seorang anak yatim untuk dibiayai sekolahnya. Kebetulan sekolah tersebut berada di depan toko fotokopi tempatnya bekerja, dan uniknya kepala sekolah tersebut merekomendasikan Siti Maimunah, seorang siswa kelas 3 yang ayahnya baru saja meninggal dan hanya diasuh oleh ibundanya bersama dengan ketiga adiknya yang masih kecil-kecil. Namun sekarang, Nunun sapaan akrab Siti Maimunah bukan hanya sekadar menjadi anak asuh beliau, tetapi menjadi pendamping hidupnya.

Saat melangsungkan pernikahan, usia Nunun baru 14 tahun, sedangkan Ustadz Yusuf Mansur berusia 23 tahun. Tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 1999, Ustadz Yusuf Mansur dan Nunun melangsungkan pernikahan secara sirri di kediaman guru beliau di Bogor, Jawa Barat. Dan setahun kemudian, tanggal 9 September 2000, beliau meresmikan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) Tangerang. Pahit getir pernikahan dijalani pasangan muda ini. Saat masih membantu berjualan ayam, yang kerjaannya mengeluarkan ayam dari kandang, memasukkan ke bak mobil kijang dan sampai di pasar dipotong, Ustadz Yusuf Mansur hanya mendapatkan upah Rp. 20.000,00 per hari. Namun, semua kegetiran itu tidak terasa. Karena Ustadz Yusuf Mansur dan sang isteri malah kerap bercanda. Ya.. mungkin itulah resep beliau menjalani hidup dengan enjoy. Mereka selalu menjalani hari-harinya dengan tawa dan canda sehingga semua kesulitan seakan tak terasa, hingga menjadi ustadz seperti sekarang dan dikaruniai lima orang anak: Wirda Salamah Ulya, Muhammad Kun Syafii, Qumii Rahmatul Qulub, Aisyah Humairoh Hafidzoh, dan Muhammad Yusuf Al Hafidz.

Sumber:

Yayan, Masagus A. Fauzan. 2013. Kun Yusuf Mansur: Kisah Perjalanan Hidup Ustadz Yusuf Mansur. Jakarta: Erlangga.

Penulis : Bakhrul Ulum ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel YUSUF MANSUR: USTADZ DENGAN KESEDERHANAANYA ini dipublish oleh Bakhrul Ulum pada hari Friday, 3 February 2017. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan YUSUF MANSUR: USTADZ DENGAN KESEDERHANAANYA
 

0 comments:

Post a Comment