Kecerdasan
merupakan energi yang berlimpah dalam jiwa, perasaan, pikiran, dan dalam tubuh
fisik. Energi berlimpah ini dapat digambarkan sebagai kekuatan sebenarnya dari
otak manusia. Energi yang berlimpah dalam jiwa membuat seorang anak suka
mempertanyakan otoritas dan tampak lebih matang dari usia yang sebenarnya.
Artinya, anak memiliki kemampuan untuk mengendalikan dorongan-dorongan impulsif
dalam dirinya. Pada anak kecil, kemampuan ini misalnya terlihat dalam kemampuan
anak untuk menjaga sikap ketika ada tamu.
Energi
yang berlimpah dalam perasaan ditunjukkan dalam perasaan yang peka dan mampu
menunjukkan rasa sayang kepada orang lain atau binatang. Perasaan yang peka ini
merupakan nama lain dari kekuatan empati. Empati merupakan kemampuan untuk
memahami orang lain dari sudut pandang orang lain itu sendiri. Dengan kata
lain, empati merupakan kemampuan untuk turut merasakan apa yang dirasa oleh
orang lain. Sedangkan, energi yang berlimpah dalam pikiran membuat seorang anak
selalu punya rasa ingin tahu yang besar secara intelektual, suka tantangan, dan
mencoba-coba cara baru. Energi yang berlimpah dalam pikiran biasanya
dikombinasikan dengan energi yang berlimpah dalam beraktivitas (fisik).
American Association of Gifted
Children at Duke University mengungkapkan bahwa seorang anak dapat dikatakan cerdas
harus memiliki 12 ciri, di antaranya sebagai berikut: (1) memiliki energi
beraktivitas yang besar, (2) cepat belajar dan punya daya ingat yang tinggi,
(3) suka mempertanyakan otoritas, (4) perasaanya peka, (5) menyukai teka-teki,
tantangan, dan angka-angka, (6) tampak lebih matang dari pada usianya, (7)
memiliki rasa kasih sayang terhadap orang lain atau binatang, (8) senang
mencoba cara-cara baru untuk memecahkan masalah, (9) lebih suka bergaul dengan
orang yang lebih dewasa, (10) memiliki rasa bosan, (11) menunjukkan rasa
keingintahuan intelektual yang besar, serta (12) memiliki perbendaharaan kata
yang banyak, menunjukkan rasa keterkaitan yang besar terhadap kata-kata, atau
sudah bisa membaca sendiri tanpa harus disuruh.
Kedua
belas ciri tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Artinya, ciri-ciri itu
tidak bisa dipisahkan-pisahkan atau dianggap bisa berdiri sendiri. Seorang anak
yang cerdas pasti memiliki kedua belas ciri tersebut secara lengkap. Akan
tetapi dalam perkembangannya, kecerdasan anak dapat menemui hambatan-hambatan.
Berikut hambatan-hambatan yang mempengaruhi kecerdasan anak:
1. Penghambat
Kecerdasan dalam Jiwa
Hambatan ini berupa
lingkungan yang otoriter, yaitu lingkungan yang tidak mendengarkan kemauan atau
kehendak anak, hanya karena yang berkuasa adalah kemauan atau kehendak orang
tua. Lingkungan yang otoriter sering kali terbangun ketika perasaan dan
kata-kata yang diungkapkan atau diucapkan oleh orang tua kepada anaknya diwakilkan
oleh kalimat, “Kami lebih tahu dari pada
kamu”, orang tua selalu memposisikan dirinya sebagai pihak yang lebih
tinggi di dalam rumah. Selain itu, yang menjadi penghambat perkembangan
kecerdasan dalam jiwa adalah lingkungan yang tidak harmonis. Orang tua yang
selalu menuntut anaknya untuk menghormati mereka atau anak yang bertanya-tanya
mengapa orang tuanya tidak menyayangi dirinya.
Lingkungan yang ideal
bagi anak yang cerdas adalah lingkungan tempat terciptanya kesatuan kemauan
atau kehendak antara orang tua dan anak di dalam keluarga. Serta, tugas mulia
orang tua ialah membantu mekarnya kekuatan dan kemampuan kecerdasan anak,
sebagaimana juga membantu mekarnya kekuatan dan kemampuan fisik anak.
2. Penghambatan
Kecerdasan Perasaan
Hambatan ini berupa
lingkungan yang rendah empati. Dampak buruk sikap rendah empati tersebut, bisa
menjadikan anak sebagai pribadi yang dingin, tertutup, atau kaku. Rendahnya
sikap empati yang ditunjukkan orang tua, secara tidak langsung akan dicontoh
oleh anak. Bahkan, bisa saja anak akan beranggapan bahwa tidak salah menjadi
orang yang tidak punya empati. Tidak peduli dengan perasaan orang lain menjadi
sesuatu yang wajar atau normal baginya, sama sekali tidak ada yang salah.
Menjadi pribadi yang
dingin, artinya tidak lagi peduli dengan apa pun yang dirasakan oleh. Menjadi
dingin artinya menjadi jarak. Enggan untuk berdekatan dengan apa yang dirasakan
oleh orang lain. Pribadi yang dingin sulit sekali tergerak hatinya oleh
perasaan orang lain. Karena baginya, perasaan itu sesuatu yang netral saja,
hambar tanpa warna, apalagi rasa.
Keprinbadian yang
tertutup terlihat ketika anak lebih memilih untuk berhenti mengungkapkan
perasaan kepada orang lain. Ank kehilangang rasa percaya bahwa orang lain akan
memahami apa yang dirasakannya. Dia merasa tidak ada lagi gunanya
mengomunkikasikan perasaannya kepada orang lain. Dia lebih suka menutup
rapat-rapat apa yang dirasakannya di dalam dunianya sendiri,
Seharusnya, keluarga
menjadi lingkungan yang ideal, lingkungan tempat kecerdasaan dalam perasaan
yang berlimpah menemukan saluran untuk berkembang. Orang tua dan anak saling
mengerti apa yang dirasakan satu sama lain. Tidak ada perasaan yang terlalu
remeh untuk diperhatikan. Semua perasaan dihargai dan diberi tempatnya secara
proporsional di dalam keluarga.
3. Penghambat
Kecerdasan dalam Pikiran
Hambatan dalam pikiran
berbentuk persepsi dan proses bernalar yang salah. Hambatan ini muncul ketika
rumah menjadi lingkungan tempat berkembang suburnya pesepsi dan proses bernalar
yang salah. Lingkungan yang salah ini tercipta ketika yang berkuasa di dalam
rumah ialah arus persepsi dan penalaran yang berbasi kepada prasangka dan
gosip. Inti dari prasangka dan gosip ialah penarikan kesimpulan final secara
tergesa-gesa, tanpa basis data dan analisis yang memadai.
Dalam lingkungan yang
salah seperti ini, orang tua cenderung memberikan teladan kepada anak bahwa
mengambil kesimpulan dan penilaian berdasarkan “Katanya..”, atau jika tidak, orang tua memberikan teladan
kebiasaan memenangkan argumen dengan kata-kata “Pokoknya begitu! Titik!”. Dampak buruk dari lingkungan seperti ini
ialah terhambatnya kecerdasan dalam pikiran anak.
4. Penghambat
Kecerdasan dalam Tubuh Fisik
Hambatan pada kecerdasan ini adalah
berupa lingkungan yang rendah tantangan dan permainan. Anak mempelajari
dunianya bukan lewat konseo-konsep yang bersifat abstrak, melainkan lewat
kontak langsung antara panca indera dengan dunia. Berkat kontak langsung itu,
anak mendapatkan informasi langsung bagaiman dunianya. Otak menyimpan
informasi-informasi yang diterima panca indera, dan disimpan dalam memori
jangka panjang. Memori jangka panjang itulah yang menjadi basis bagi anak itu
untuk membangun satu demi satu pengetahuan yang lebih luas mengenai dunia.
Dari
penjelasan beberapa penghambat kecerdasan anak di atas, semuanya disebabkan
oleh lingkungan yang tidak bersabat. Jadi, untuk menumbuhkembangkan kecerdasan
anak di sini, perlu kiranya lingkungan yang cerdas pula. Lingkungan yang
bersabat, karena apa?. Anak yang cerdas tidak selalu memahami dirinya cerdas. Apalagi
untuk mengerti yang harus dilakukannya untuk tumbuh optimal sebagai anak yang
cerdas. Anak yang cerdas butuh kompas, butuh pemandu. Orang tuanyalah yang
bertanggung jawab mengisi peran tersebut.
[Sumber:
Hermawan, Bekti. 2010. Membuat Anak Gemar
dan Pintar Matematika. Jakarta: Visi Media]
0 comments:
Post a Comment