TRADISI UDIK-UDIKAN

Pagi yang cerah menyelimuti langit awan Jalan Brigjend Katamso II A Waru Sidoarjo. Ketika itu kita sedang asyik bermalas-malasan di kamar kos masing-masing. Yach.. karena hari ini adalah hari Minggu, semua warga kos pada libur, dan kebetulan kita juga lagi capek, habis ada tamu dari Blitar, Lamongan, dan Nganjuk. Kebetulan mereka semua menginap di kosan, habis menghadiri resepsi pernikahan teman. Ketika asyik istirahat, tiba-tiba ada tetangga kosan yang memanggil, bahwa ada udik-udikan di depan. Keluarlah kita semuanya, dan aku yang nggak tahu apa itu tradisi, tanyalah ke ibu-ibu yang ngajak tersebut.  

Enek Opo toh Bu...?? (Ada apa Bu...??)
Buk Syam Udik-Udiakan? (Kebetulan yang ngadain acara tersebut namanya Bu Syam)
Opo iku Bu..?? (Apa itu Bu..??)      
Wes telah ayok melok mengarep. (Ya udah ayo ikut ke depan)

Ikutlah saya ke depan untuk melihat acara udik-udikan tersebut. Ternyata.. eh.. ternyata.. Tradisi udik-udikan merupakan tradisi rebutan uang receh. Sang punya hajat melemparkan uang recehan, dan orang-orang yang hadir siap untuk merebutkannya. Tradisi ini di lakukan oleh keluarga Bu Syam karena baru saja beli sepeda motor. Pertama-tama tradisi ini diawali dengan memandikan sepeda motor yang baru dengan air kembang. Dan dilanjut dengan sebar uang recehan tersebut.

Ketika menyebar uang recehan, uang tersebut ditaruh di sebuah mangkok plastik yang yang bercampur dengan air dan kembang. Enggak tahu.. apa sebenarnya maksud dan tujuan diadakannya tradisi udik-udikan ini, karena aku baru tahu kali ini. Mungkin, sang punya hajat ingin berbagi rezeki dengan orang lain, karena sudah sudah memiliki rezeki berlebih, bisa beli sepeda motor seperti Bu Syam ini. Serta diberikannya keselamatan ketika mengendari sepeda motor tersebut ketika dijalan.

Yukk... mari kita lestarikan tradisi yang ada di negeri ini.

Jangan sampai punah, atau bahkan di klaim oleh negera lain.








 

BATIK DANG RANGKAIAN UPACARA ADAT PERNIKAHAN JAWA

“Sejak lahir, menjalani hidup di dunia hingga meninggal, diselimuti kain batik.
Batik sangat dekat dengan kehidupan. Khususnya dalam lingkungan keluarga.”
(Sri Sultan Hamengku Buwana X)

Pada tanggal 2 Oktober 2009 UNESCO sebagai lembaga PBB untuk kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan telah menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia yang dihasilkan oleh negara Indonesia. Batik Indonesia dipandang sebagai warisan kemanusian untuk budaya lisan dan nonbendawi, dan sejak itulah tanggal 2 Oktober diperingati sebagai hari batik di Indonesia. Pada masa lampau, batik banyak dipakai oleh orang Indonesia terutama di daerah Jawa, akan tetapi itu pun masih terbatas pada golongan ningrat keraton dengan aturan yang sangat ketat. Artinya, tidak sembarang orang boleh menggunakan batik, terutama pada motif-motif tertentu yang ditetapkan sebagai motif larangan bagi khalayak luas. Akan tetapi, sekarang batik merupakan buasana yang sering dipakai dalam kegiatan sehari-hari oleh khalayak luas, tak terkecuali juga pada acara adat, seperti upacara adat pernikahan Jawa.

Dalam proses upacara adat pernikahan jawa, terdapat beberapa prosesi dan batik yang digunakan pun berbeda setiap prosesi. Seperti prosesi siraman yang menggunakan motif Wahyu Tumurun, prosesi panggih menggunakan motif Truntum, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.    Siraman
Upacara siraman dilakukan sebelum midodareni dan sehari sebelum acara panggih. Jenis-jenis motif yang dipergunakan pada upacara siraman adalah motif Wahyu Tumurn, Nogosari, Grompol, Semen Raja, Semen Rama, Sidomukti, Sidoasih, dan Sidoluhur. Selain itu, dikenakan kemben Bangun Tulak, artinya agar  kedua mempelai mendapat bimbingan dari Allah Swt. dan terhindar dari marabahaya.

Orang tua calon mempelai mengenakan batik Nitik Cakar dengan harapan agar putra-puterinya kelak dapat mencari nafkah dengan mudah seperti ayam mengais makanan, dan tidak bergantung kepada kedua orang tuanya. Dalam upacara siraman juga bisa dikenakan batik Wora-wari Tumpuk yang melambangkan rezeki yang berlimpah-limpah.

2.    Kerikan
Setelah upacara siraman selesai, dilanjutkan dengan kerikan. Di mana calon mempelai puteri dihias samar-samar sambil menunggu upacara midodareni. Calon mempelai memakai kain motif Sidomukti atau Sidoasih yang di dalamnya memuat ornamen Sawat (Grudo), yang memiliki makna filosodi harapan si calon mempelai akan hidup dalam kecukupan dan kebahagiaan.
Selain motif di atas, mempelai puteri juga bisa menggunakan kain Sawitan yang terdiri kain Kembangan yang sama, baik untuk kebaya maupun kainnya. Kain Kembangan merupakan wastra yang polanya dibuat dengan jahitan-jahitan atau ikatan-ikatan (jumputan) sebagai perintangnya dan kemudian dicelup. Makna kain Sawitan ini adalah bersih lahir maupun batin, suatu pernyataan keikhlasan untuk mengarungi hidup berrumah tangga.

3.    Midodareni
Pada malam midodareni ini calon pengantin perempuan menggunakan kain truntum. Motif yang mengandug makna filosofis bahwa si calon siap untuk dituntun, terutama oleh kedua orang tuanya, dan secara umum oleh tujuh sesepuh yang juga telah memandikannya untuk menjejakkan kaki dalam menyongsong kehidupan yang mendatang. Sedangkan calon pengantin pria yang datang ke rumah calon mertuanya mengenakan busana Jawi Jangkep, dengan kain batik berpola Semen Rama atau Satriya Wibawa (bagi Keraton Surakarta), serta kain Wahyu Tumurun untuk masyarakat pada umumnya.

4.    Ijab
Dalam upacara ijab (akad nikah), calon mempelai menggunakan batik motif Sidomukti, Sidoluhur, atau Sidoasih. Motif-motif jarit yang mengandung makna positif, di mana sido artinya menjadi, mukti = orang yang tinggi kedudukannya dan enak hidupnya, luhur = orang yang memiliki kehidupan mulia, dan asih = orang yang akan hidup dalam kasih dan sayang. Tiga makna kehidupan yang merupakan harapan bagi setiap calon pengantin.

5.    Panggih
Pada upacara panggih, kedua mempelai menggunakan kain Sidomukti, Sidoluhur atau Sidoasih, sedangkan orang tua dianjurkan untuk memakai kain Truntum yang melambangkan bahwa yang bersangkutan tidak akan pernah kekurangan karena rezekinya akan terus mengalir. Pada busana basahan, dodot yang digunakan kedua mempelai berpola Bondhet yang bermakna bundhet, digambarkan dengan dua tumbuhan yang menjalar dan bertemu ujung-ujungnya, berupa lung-lungan yang melambangkan dua insan yang selalu bergandengan dalam hidup rumah tangga. Busana yang digunakan mempelai wanita kain Sembagen (Chintz) yang dipakai sebagai atasan maupun bawahan yang bermakna seperti kain Kembangan saat di-halub-halubi pada malam midodareni.
Pada saat kedua mempelai akan didudukkan ke pelaminan, ayah mempelai wanita akan menuntun kedua mempelai menggunakan kain Sindur. Dengan Sindur, semacam setagen yang berwarna putih dengan motif ombak berwarna merah di sekelilingnya. Motif sindur ini bermakna bahwa orang yang sedang hajatan akan tahan dari segala keadaan yang naik turun yang mungkin akan ditemuinya.

6.    Resepsi
Acara resepsi yang selalu mengiri upacara akad nikah, menghadirkan pola-pola batik yang penuh makna, baik bagi kedua mempelai maupun kedua orang tuanya. Bagi kedua mempelai, digunakan batik dengan pola-pola saat melaksanakan akad nikah dan bagi kedua orang tua mempelai wanita dipakai batik berpola Truntum atau pola-pola lain yang sama dengan pola yang dikenakan besan. Selain pola-pola batik tersebut bisa digunakan pola Nagaraja atau Srikaton.

Nagaraja melambangkan harapan agar dalam kehidupan rumah tangga memperoleh ketenteraman, sedangkan Srikaton merupakan pola jenis Lung-lungan ini melambangkan kelebihan seseorang, bahwa pemakainya tampak kelebihannya dalam pandangan orang lain. Di kalangan kerabat Pura Mangkunegaran, pada saat resepsi biasanya pola-pola batik yang digunakan Wahyu Tumurun dan Ratu Ratih.
 

BIJAK MENGHADAPI BERITA HOAX

Dewasa ini kemajuan teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan pesatnya, baik dari sisi kecepatan maupun kemudahan dalam mengakses suatu informasi yang dibutuhkan. Sebagai bentuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, kini untuk mengakses informasi tidak lagi bergantung pada teknologi kabel, sebagai gantinya jaringan nirkabel (tanpa kabel) telah menggeser perananan jaringan berkabel. Misalnya telepon rumah yang menggunakan kabel, kini digantikan oleh telepon seluler (ponsel).

Ponsel bukanlah hanya sekedar gaya hidup bagi anak dan remaja usia sekolah sekarang, ponsel kini dianggap sebagai kebutuhan pokok. Dan karena harganya yang relatif terjangkau, pengguna ponsel pun kini menjamur di kalangangan anak sekolahan. Selain itu, keberadan ponsel sekarang, tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga bisa digunakan sebagai internetan dan media sosial. Dengan internetan ini, remaja usia sekolah dengan mudahnya bisa mendapatkan data dan informasi yang dapat membantu tugas sekolah.

Di Indonesia, jumlah pengguna internet pada akhir tahun 2011 berdasarkan data dari Markplus Insight dan Internet World Stats telah mencapai 55 juta orang, dan jumlah tersebut untuk kawasan Asia, mendudukkan Indonesia dalam 4 besar pengguna internet terbanyak setelah Cina, India, dan Jepang. Selain itu, untuk media sosial Facebook di Indonesia juga menunjukkan angka yang tinggi. Berdasarkan data dari CheckFacebook.com per Oktober 2012 menunjukkan bahwa jumlah akun Facebook di Indonesia mencapai 47,5 juta, dan ini mendudukkan Indonesia berada pada peringkat ke-4 dunia dalam jumlah akun terbanyak setelah Amerika, Brazil, dan India. Sejalan dengan itu, berdasarkan catatan dari A World of Tweets per Juli 2012  media sosial Twitter pun demikian, Indonesia pringkat 3 untuk konteks pembagian tweet teraktif dengan total 11% dan peringkat 1 di Asia dengan total 51,02% di atas Jepang (13,82%) dan Malaysia (10,09%).[1]

Terkait masalah tweet, kadang kala apa yang kita tweet bukanlah dari kita sendiri, melainkan retweet dari tweet orang lain, yang mana nggak diketahui akan kebenarannya. Akan tetapi, bukan hanya pada Twitter saja, di Facebook, BBM, WhatsApp (WA), atau sosial media yang lainnya, kadang kala kita temukan forward, share, atau broadcast berupa hoax Sebagai contoh berikut ini brodcast di WA:



Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar di atas merupakan contoh hoax, di mana seorang teman broadcast bahwa “Mulai malam ini (ba’da maghrib) sudah masuk 1 shafar. Rosulullah Bersabda “Barang Siapa Yang Memberitahukan Berita 1 Safar Kepada Yang Lain, Maka Haram Api Neraka Baginya ...”, padahal bulan yang sebenarnya adalah Jumadil Ula, bahkan untuk meyakinkan seorang teman mengirim foto kalender. Hoax merupakan sebuah istilah dari Bahasa Inggris, yang mana Menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary:

“Hoax is a plan to deceive someone, such as telling the police there is a bomb somewhere when there is not one, or a trick. The bomb threat turned out to be a hoax. He'd made a hoax  call  claiming to be the President.”[2]

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, hoax berarti pemberitaan palsu, yang mana menurut Wikipedia diartikan sebagai usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu.[3] Pemberitaan palsu yang terjadi selama ini, dikarenakan secara langsung berita hoax tersebut di share, retweet, forward, ataupun broadcast-nya tanpa membaca secara keseluruhan berita tersebut. Dan jika memang berita yang kita bagikan adalah memang berita palsu, yang ada kita akan dikenal sebagai orang bodah, padahal maksud dan tujuan kita baik, untuk berbagai informasi. Akan tetapi, yang ada malah kita akan dibuat malu dengan ketidakjelasan informasi yang dibagiKan.

Sebagai remaja usia sekolah, setidaknya kita lebih bijak dalam menerima dan membagikan berita, apakah itu berita hoax atau fakta. Berikut beberapa gerakan yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi berita tersebut hoax atau tidak:

1.    Baca secara cermat dan keseluruhan berita yang dibagikan oleh teman. Jika dalam berita tersebut terdapat suatu kejanggalan, maka kita bisa untuk mencari informasi lebih lanjut dan tidak membagikan yang lainnya.

2.    Tanyakan secara langsung akan kebenaran berita tersebut kepada orang yang membagikannya. Kita bisa menghubungi secara langsung media sosial miliknya yang digunakan untuk membagikan berita tersebut. Jika orang yang membagikan itu tidak tahu akan hal kebenarannya, atau hanya untuk senang-senang kita bisa tidak lagi membagikannya, akan tetapi jika memang-memang berita tersebut adalah fakta kita bisa langsung membagikannya sebagai informasi tambahan bagi yang lain.

3.    Periksa sumber berita. Pada bagian akhir berita yang dibagikan biasanya dicantumkan sumber atau referensi berita atau link informasi. Dengan demikian, kita bisa memeriksa akan kebenaran berita tersebut dengan searching lewat google atau yang lainnya lewat internet, serta kita bisa membandingkan dengan berbagai informasi yang sama terkait dengan berita yang kita terima.

Gerakan di atas merupakan langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk bersikap bijak dalam menghadapi berita hoax, mulai dari membaca secara cermat dan keseluruhan berita yang kita terima, dan apabila kita menemukan kejanggalan, kita tanyakan langsung kepada orang yang membagikan berita tersebut ataupun dengan cara yang lain, yaitu searching lewat internet. Marilah mulai sekarang kita bersikap bijak dalam membagikan berita, bukan asal retweet, forward, share, ataupun broadcast tanpa mengetahui ikhwal kebenaran beritanya, yang ada niat baik kita untuk membagikan informasi, bisa-bisa menimbulkan dampak yang lain, seperti fitnah ataupun kita sendiri yang dibuat malu karena sudah membagikan berita palsu. 


[1] BU, Donny. 2013. Usir Galau dengan Internet Sehat. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
[2] Cambridge. 2008. Cambridge Advanced Learner’s Dictionary Third Edition. Cambridge University Press.
[3] https:id.m.wikipedia.org/wiki/Pemberitaan_palsu
 

YUSUF MANSUR: USTADZ DENGAN KESEDERHANAANYA

Ustadz Yusuf Mansur
Sumber: Twitter Ustadz Yusuf Mansur @Yusuf_Mansur
Ustadz Yusuf Mansur lahir di Jakarta pada tanggal 19 Desember 1976, dengan nama asli Jam’an Nurchotib Mansur. Ayahnya bernama Abdurrahman Mimbar dan ibunya bernama Humrif’ah, yang mana Abdurrahman Mimbar memiliki garis keturunan ulama di Kaliungu, K.H. Zahid Mimbar, sementara sang ibu merupakan keturunan dari K.H. Mohammad Mansur, ulama ahli falak ternama dari Betawi yang tinggal di Jembatan Lima Jakarta Barat. Dan sang kakek dikenal masyarakat dengan sebutan Guru Mansur dan namanya pun diabadikan sebagai nama jalan “Jl. K.H. Moch. Mansur”, yang membentang dari Roxy sampai stasiun boes yang sekarang terkenal dengan nama stasiun kota. Ketika masih di dalam kandungan, ayah dan ibu Ustadz Yusuf Mansur bercerai. Dan ketika lahir, beliau diasuh oleh pamannya, K.H. Sanusi Hasan, seorang hafiz Al-Qur’an, penulis diberbagai majalah dan koran Islam, serta bekerja sebagai PNS di Kementerian Agama RI dan takmir masjid Istiqlal Jakarta.

Semasa kecil, Yusuf Mansur sudah dikenal sebagai ustadz cilik yang sering diundang berceramah ke berbagai kota. Hal ini tidak lepas dari kehidupan beragama beliau yang sangat lekat, karena beliau banyak menghabiskan waktunya di madrasah dan mimbar masjid Al-Mansuriyah. Begitu pula pendidikan formalnya, beliau habiskan di madrasah, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrsah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Setelah lulus dari MA Negeri 1 Grogol (1992), beliau melanjutkan pendidikannya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Akhwal Asy-Syakhsiyah. Akan tetapi, setelah menempuh 4 semester, kuliah beliau berantakan, karena keranjingan dengan balapan motor, serta mulai tertarik dengan dunia bisnis yang membuatnya tak punya perhatian lebih terhadap pelajaran kuliah. Bahkan ustadz Yusuf Mansur sempat menunggak SPP selama 4 semester dan mesti dipanggil menghadap pembantu rektor bidang akademik. Akhirnya beliau pun tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Pada tahun 2002, beliau memutuskan untuk kuliah pada kampus, fakultas, dan jurusan yang sama dan pada 2009 Ustadz Yusuf Mansur akhirnya ikut wisuda Sarjana ke-74 UIN Jakarta. Beliau berhasil meraih gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI), dan pada acara wisuda tersebut beliau diberikan kesempatan untuk memberikan ceramah di depan ribuan wisudawan dan tamu undangan.

Bisnis yang digeluti Ustadz Yusuf Mansur semasa kuliah adalah terkait dengan teknologi informasi. Meskipun beliau memiliki semangat yang tinggi akan berbisnis, akan tetapi karena belum berpengalaman, bisnisnya pun akhirnya kolaps, dan efeknya beliau terlilit hutang yang jumlahnya hingga miliaran rupiah. Reputasi beliau pun hancur, baik dikalangan keluarga, teman dan lingkungan. Gara-gara terlilit hutang ini beliau dikejar-kejar orang yang ingin menagihnya. Bahkan beliau juga sempat dua kali masuk penjara, yaitu pada tahun 1996 dan 1998. Namun, masa-masa di penjara merupakan pengalama berharga bagi beliau, karena beliau banyak memetik hikmah dan hidayah. Berikut sepenggal cerita Ustadz Yusuf Mansur ketika di Penjara:
           
Suatu hari di penjara, Ustadz Yusuf Mansur dalam kondisi lapar sedang menunggu jatah makan penjara yang tak kunjung datang. Beliau ingat kalau memiliki sepotong roti. Namun, ketika hendak dimakan, beliau melihat semut berbaris di dinding selnya, sedang mencari makan. Dan Ustadz Yusuf Mansur pun berkata kepada semut, “Tuhan lu sama Tuhan gue sama. Begini dah, kalau gue berdoa nggak bakalan terkabul, karena dosa gue yang banyak, tapi kalau lu pada yang berdoa barangkali terkabul. Nih, lu makan roti, tapi doain gue bisa makan nasi. Perut lapar nih.”

Ustadz Yusuf Mansur pun meletakkan roti dekat dengan semut dan membelakanginya. Begitu beliau tengok kembali ke arah semut, roti tersebut ternyata sudah ludes. Semut-semut itu kemudian seperti berjalan mendatangi beliau. Merasa ada kontak, beliau yakin kalau semut mengerti akan apa yang diucapkannya tadi. Dan ajaibnya, tak sampai 10 menit penjaga penjara memanggil Ustadz Yusuf Mansur, “Hai Ucup, udah makan belum? ini saya punya nasi pakai ayam goreng, makanlah.” Ustadz Yusuf Mansur pun merasa takjub dengan kejadian ini.

Selepas dari penjara tahun 1999, beliau diajak oleh abang angkatnya, Herman ke kampung Ketapang, Tangerang. Ketika hijrah ini, beliau dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan dan hidupnya sangat prihatin. Di sana, beliau bekerja membantu sesepuh kampung Ketapang bernama Haji Muhyiddin untuk berjualan ayam. Jika ada pesanan ayam maka beliau yang mengantarkannya, dan dari sinilah beliau mendapatkan upah. Meskipun tidak memiliki pekerjaan dan hidup prihatin, tetapi gairah terhadap agama sangat tinggi. Beliau merintis pengajian di mushollah Nurul Iman bersama dengan Ustadz Basuni Abdullah. Figur yang dikenal dari lewat abang angkatnya.

Setelah bertemu dengan Ustadz Basuni, beliau diajak ke Sukabumi. Di sana, beliau tinggal di sebuah rumah kontrakan. Beliau dipersilahkan tinggal sehari, sebulan, setahun, atau selama apa pun beliau suka. Di Sukabumi, beliau merintis pengajian bertajuk Tazkiyah Syifa dengan berkeliling bersama bersama Ustadz Basuni untuk berdakwah dan memberi konseling. Ada tiga masalah yang disampaikan oleh Ustadz Yusuf Mansur: “Andaikan Anda punta masalah yangtak kunjung selesai, andaikan punya penyakit yang tak kunjung sembuh, dan andaikan punya utang yang tak kunjung terlunasi, kami siap membantu untuk mencarikan solusi. Orang pun banyak yang berkonsultasi, ada yang minta ditemukan jodohnya, curhat rumah tangga, usaha bangkrut, dan lain sebagainya.

Selain itu, setiap malam Rabu ustadz Yusuf Mansur memimpin sebuah pengajian anak yatim. Beliau memang mengumpulkan anak yatim untuk dibina, dan ketika itu jama’ahnya berjumlah sekitar 40 orang. Pada tanggal 9 September 1999, beliau mendatangi SMP di Cipondoh, Tangerang. Beliau berniat untuk mencari seorang anak yatim untuk dibiayai sekolahnya. Kebetulan sekolah tersebut berada di depan toko fotokopi tempatnya bekerja, dan uniknya kepala sekolah tersebut merekomendasikan Siti Maimunah, seorang siswa kelas 3 yang ayahnya baru saja meninggal dan hanya diasuh oleh ibundanya bersama dengan ketiga adiknya yang masih kecil-kecil. Namun sekarang, Nunun sapaan akrab Siti Maimunah bukan hanya sekadar menjadi anak asuh beliau, tetapi menjadi pendamping hidupnya.

Saat melangsungkan pernikahan, usia Nunun baru 14 tahun, sedangkan Ustadz Yusuf Mansur berusia 23 tahun. Tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 1999, Ustadz Yusuf Mansur dan Nunun melangsungkan pernikahan secara sirri di kediaman guru beliau di Bogor, Jawa Barat. Dan setahun kemudian, tanggal 9 September 2000, beliau meresmikan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) Tangerang. Pahit getir pernikahan dijalani pasangan muda ini. Saat masih membantu berjualan ayam, yang kerjaannya mengeluarkan ayam dari kandang, memasukkan ke bak mobil kijang dan sampai di pasar dipotong, Ustadz Yusuf Mansur hanya mendapatkan upah Rp. 20.000,00 per hari. Namun, semua kegetiran itu tidak terasa. Karena Ustadz Yusuf Mansur dan sang isteri malah kerap bercanda. Ya.. mungkin itulah resep beliau menjalani hidup dengan enjoy. Mereka selalu menjalani hari-harinya dengan tawa dan canda sehingga semua kesulitan seakan tak terasa, hingga menjadi ustadz seperti sekarang dan dikaruniai lima orang anak: Wirda Salamah Ulya, Muhammad Kun Syafii, Qumii Rahmatul Qulub, Aisyah Humairoh Hafidzoh, dan Muhammad Yusuf Al Hafidz.

Sumber:

Yayan, Masagus A. Fauzan. 2013. Kun Yusuf Mansur: Kisah Perjalanan Hidup Ustadz Yusuf Mansur. Jakarta: Erlangga.